Di Myanmar, Rohingya terus menghadapi marginalisasi dan kekerasan. Apalagi saat ini Myanmar dikuasai oleh junta militer yang melakukan kudeta sejak 2021. Militer Myanmar sendiri diyakini sebagai penyebab eksodus Rohingnya secara besar-besaran pada 2017.
Pembatasan-pembatasan yang dimaksud adalah pembatasan kemampuan untuk bergerak, mengakses pendidikan, dan kesempatan kerja, bahkan membatasi jumlah anak yang bisa mereka miliki.
Pemerintah Myanmar telah lama mempertahankan status bahwa Rohingya tidak memiliki ikatan leluhur dengan tanah air mereka. Pemerintah Myanmar menganggap Rohingya merupakan keturunan migran dari India dan Bangladesh, walaupun argumen itu ditentang oleh sejarawan.
Di sisi lain, pengungsi Rohingya juga mencari perlindungan di negara-negara tetangga lainnya seperti Thailand (92 ribu orang) dan India (21 ribu orang). Ada juga pengungsi Rohingya yang menetap di Indonesia, Nepal, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya walau jumlahnya tak banyak.
Pada akhir Juli 2021, hujan monsun yang mematikan menghancurkan wilayah Cox's Bazar di Bangladesh. Insiden itu telah menewaskan enam pengungsi Rohingya dan berdampak pada lebih dari 21 ribu lainnya. Diperkirakan 3.800 tempat penampungan telah rusak atau hancur dan 13 ribu pengungsi terpaksa direlokasi sementara.