Dhaka, IDN Times - Sejumlah tokoh Rohingya mengungkap dampak sangat buruk dari larangan mengakses internet bagi para pengungsi di kamp Cox's Bazar saat pandemik COVID-19. Dua di antaranya, hoaks beredar luas dan menyebabkan kepanikan di antara pengungsi yang kemudian membuat mereka menolak tes.
Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), per Rabu (10/6) ada 35 pengungsi Rohingya yang dikonfirmasi positif COVID-19 dan tiga lainnya meninggal. Walau ada 30 pengungsi yang berada di karantina, tak sedikit yang khawatir bahwa jumlah kasus sesungguhnya jauh lebih banyak.
Ini mengingat kamp Rohingya di Cox's Bazar dikategorikan sebagai area yang terpadat di dunia. Saad Hammadi dari Kantor Amnesty International wilayah Asia Selatan menjelaskan pada bulan lalu kepadatan di kamp Cox Bazaar hampir 40.000 orang per kilometer persegi. Padahal, rata-rata kepadatan populasi global adalah 25 orang per kilometer persegi.
Lalu, bagaimana cara untuk mencegah agar tidak ada klaster pengungsi Rohingya di kamp Cox's Bazar?