Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret kota Kaliningrad. (Pexel.com/Dmitriy_mir)
Potret kota Kaliningrad. (Pexel.com/Dmitriy_mir)

Jakarta, IDN Times - Rusia, pada Rabu (10/5/2023), marah terhadap keputusan Polandia karena menganti nama kota Rusia Kaliningrad dalam dokumen resminya menjadi Krolewiec, yang merupakan nama tradisional kota itu dalam bahasa Polandia.

Kaliningrad merupakan wilayah eksklave Rusia, wilayah yang secara geografis terpisah dari wilayah utama suatu negara. Kota itu terletak di antara Polandia dan Lithuania.

Kota tersebut awalnya dikenal sebagai Koenigsberg, dan menjadi wilayah Uni Soviet setelah Perang Dunia Kedua. Soviet menganti nama kota menjadi Kaliningrad, mengacu pada Mikhail Kalinin, salah satu pemimpin revolusi Bolshevik. Setelah Soviet runtuh wilayah tersebut menjadi bagian Rusia.

1. Polandia menganggap nama Kaliningrad memiliki konotasi negatif

Bendera Polandia. (Pixabay.com/crsntdesign)

Dilansir Reuters, Polandia menjelaskan pengantian nama dilakukan karena Kalinin memiliki hubungan dengan pembantaian di hutan Katyn pada 1940, ketika ribuan perwira militer Polandia dieksekusi oleh pasukan Soviet.

Nama itu dianggap memiliki konotasi negatif dan kota itu sekarang harus disebut sebagai Krolewiec, namanya ketika diperintah oleh Kerajaan Polandia pada abad ke-15 dan ke-16.

"Nama Rusia saat ini untuk kota ini adalah pembaptisan buatan yang tidak ada hubungannya dengan kota atau wilayah tersebut," kata komite standardisasi geografis Polandia, yang menyarankan perubahan nama.

Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin, mengatakan keputusan itu berbatasan dengan kegilaan dan merupakan tindakan permusuhan.

"Kita tahu bahwa sepanjang sejarah Polandia telah tergelincir dari waktu ke waktu ke dalam kegilaan kebencian terhadap Rusia ini," ujar Peskov.

2. Rusia mengakui tanggung jawab pembantaian

bendera Rusia (PIxabay.com/IGORN)

Dilansir BBC, Rusia pada awalnya menyalahkan Nazi atas pembantaian di hutan Katyn, ketika Jerman menemukan kuburan massal pada 1943. Rusia baru mengaku bertanggung jawab atas pembantaian tersebut pada 1990.

Pengakuan Rusia butuh waktu selama lima dekade, karena Moskow memberlakukan rezim komunis di Polandia setelah Perang Dunia Kedua. Hal itu membuat kerabat para korban kesulitan mendiskusikan atau mencari tahu tentang kejahatan tersebut secara terbuka.

Meskipun rekomendasi perubahan nama tidak mengikat, tapi diharapkan badan negara Polandia akan menyebut Kaliningrad sebagai Krolewiec dan wilayah eksklave yang lebih luas sebagai Obwod Krolewiecki. Kementerian Luar Negeri Polandia telah mengeluarkan penilaian positif atas perubahan nama tersebut.

Kota tersebut secara strategis penting bagi Moskow karena menampung Armada Baltik Rusia di pelabuhan Baltik dan merupakan satu-satunya pelabuhan Baltik yang bebas dari es.

3. Polandia bangun pagar kawat di perbatasan dengan Kaliningrad

Ilustrasi pagar kawat. (Pexels.com/Engin Akyurt)

Polandia melakukan perubahan nama kota tersebut juga sebagai respons atas invasi Rusia ke Ukraina. Serangan itu membuat Polandia mulai membentengi perbatasannya dengan Kaliningrad.

Militer Polandia telah membangun pagar kawat silet setinggi 2,5 meter dan bulan lalu mulai bekerja memasang kamera hingga sensor gerak di sepanjang perbatasan yang memiliki luas 232 km. Hambatan anti-tank juga telah ditempatkan di perlintasan perbatasan.

Pejabat Polandia mengatakan, tindakan itu dilakukan karena khawatir Rusia memanfaatkan perbatasan itu sebagai rute migran baru ke Uni Eropa, menyusul laporan peningkatan penerbangan langsung dari Timur Tengah dan tempat lain ke Kaliningrad.

Polandia juga telah membangun pagar baja setinggi 5,5 meter di sepanjang bagian perbatasannya dengan Belarusia. Langkah itu diambil setelah peningkatan migran yang menyeberang ke Polandia, Lithuania, dan Latvia dari sekutu Rusia itu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team