Ilustrasi masjid (Pexels.com/Konevi)
Sejauh ini, keputusan untuk menurunkan volume pengeras suara masjid selalu menimbulkan polemik. Di Arab Saudi sekalipun, yang dipahami sebagai tanah lahirnya agama Islam, hal itu juga mendapatkan tanggapan balik, khususnya dari kalangan ultra-konservatif.
Menurut Reuters, seorang penduduk Saudi yang bernama Mohammad al-Yahya, menulis di media sosialnya, menanggapi perintah dari kerajaan. Ia mengatakan "selama pembacaan al-Qur'an melalui pengeras suara telah dibungkam dengan alasan bahwa itu mengganggu beberapa orang, kami berharap perhatian diberikan kepada segmen besar yang terganggu oleh musik keras di restoran dan pasar," ujarnya.
Namun, Menteri Urusan Islam telah mengatakan bahwa para pengkritik kebijakan menurunkan volume pengeras suara masjid disebut sebagai "pembenci" kerajaan. "Musuh kerajaan ingin membangkitkan opini publik, meragukan keputusan negara dan membongkar kohesi nasional melalui pesan mereka," kata Abdullatif al-Sheikh.
Pangeran Muhammad bin Salman yang diperkirakan akan melanjutkan kepemimpinan di Saudi menjanjikan negara tersebut menjadi lebih moderat. Namun ada pendapat yang menyatakan bahwa strategi itu hanya untuk mematahkan citra kerasnya.
Melansir dari laman Al Jazeera, dalam tiga tahun terakhir, kerajaan Saudi telah menangkap puluhan aktivis wanita, ulama, jurnalis, serta anggota keluarga kerajaan. Bahkan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Istanbul pada tahun 2018 lalu, diduga kuat dilakukan atas perintah pangeran.
Jamal Kashoggi adalah jurnalis media Washington Post, dan editor media Al Watan yang progresif di Arab Saudi. Ia sering menulis kritik yang ditujukan kepada Pangeran Muhammad bin Salman. Khasoggi diduga dibunuh oleh tim pembunuh di konsulat Arab Saudi di Istanbul dan tubuhnya dimutilasi sehingga tidak pernah ditemukan.