unsplash.com/Kseniya Petukhova
Perspektif yang menempatkan perempuan hanya sebagai objek untuk memuaskan pandangan dan nafsu laki-laki diperparah dengan voyeurisme. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan voyeurisme sebagai dorongan untuk mencari kepuasan seksual dengan diam-diam melihat objek atau aktivitas seksual.
Presiden Moon Jae-in sendiri sampai mengakui bahwa 'molka' sudah menjadi "sebuah bagian dari kehidupan sehari-hari" di negaranya dan menginginkan adanya hukuman tegas. Menurut hitam di atas putih, mereka seharusnya didenda hingga Rp127 juta atau dihukum penjara maksimal lima tahun.
Namun, institusi peradilan yang didominasi oleh laki-laki dinilai tidak adil mengurus kasus ini. Wee Eun-jin, kepala komite hak perempuan di sebuah lembaga, mengatakan kepada The Guardian,"Banyak kasus di mana pelaku tidak ditindak sebab rekamannya hanya menunjukkan kaki atau payudara korban yang tertutup, dan hakim percaya ini takkan menyebabkan rasa malu."
"Para korban terus merasa ketakutan," lanjutnya. "Mereka harus mencari ke banyak situs untuk menemukan video yang menunjukkan alat kelamin mereka, menangkap layar, agar mereka bisa menunjukkannya kepada polisi. Ini memalukan."
Barangkali benar apa yang disarankan oleh jurnalis Korea Selatan Lee Suh-yoon. Dalam artikel di The Korea Times, Lee menuliskan,"Ledakan kejahatan yang berkaitan dengan gender yang terus berulang ini tak bisa dibebankan kepada kelemahan etika dari beberapa individu saja. Ini saatnya untuk menyalahkan masyarakat, kultur dan industri yang mengacuhkan dan mendukung perilaku-perilaku mengerikan itu."