Dilansir dari Aljazeera.com, Selandia Baru memperkenalkan aturan yang dirancang untuk membuat spekulasi properti kurang menarik dan meningkatkan rekor keterjangkauan perumahan yang rendah. Hal tersebut menjadi masalah penting bagi pemerintah Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, saat ia bertujuan mendinginkan pasar perumahan yang panas di Selandia Baru.
Rancangan undang-undang baru ini membatasi investor properti untuk mengurangi bunga hipotek dari pendapatan kena pajak mereka. UU ini akan berlaku mulai tanggal (1/10) ini.
Langkah yang diumumkan pertama kali bulan Maret 2021 lalu tersebut, merupakan bagian dari serangkaian tindakan real estate yang diperkenalkan di negara berpenduduk 5 juta jiwa itu.
Menteri Keuangan Selandia Baru, Grant Robertson, mengatakan pajak bukanlah penyebab atau solusi untuk masalah perumahan, tetapi memiliki pengaruh. Kebijakan ini menurutnya, adalah bagian dari respons keseluruhan dari pemerintah.
Kenaikan harga properti dipicu faktor dana stimulus pemerintah sebanyak miliaran dolar Selandia Baru, historis suku bunga rendah, serta keberhasilan relatif Selandia Baru dengan wabah COVID-19. Para investor memarkir dana mereka di sektor real estate, mendorong harga rumah naik jauh melampaui pertumbuhan upah.
Pada Agustus 2021 lalu, harga rumah telah naik hampir 26 persen dari tahun ke tahun, membuat peruambahan menjadi yang paling terjangkau di antara negara-negara Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Komnas HAM setempat saat meluncurkan penyelidikan atas krisis perumahan di negara itu pada Agustus 2021 lalu, mengatakan ini memiliki "dampak hukuman" pada komunitas yang terpinggirkan.