Kolonel Assimi Goita yang saat ini menjadi presiden transisi Mali akan berangkat ke Accra, Ghana untuk membahas Mali dalam KTT ECOWAS pada hari Minggu, 30 Mei 2021 (Twitter.com/Presidence Mali)
Melansir dari Al Jazeera, dua kali kudeta selama sembilan bulan nembuat ECOWAS, blok negara-negara Afrika Barat yang memiliki 15 anggota ini melakukan pertemuan di ibu kota Ghana, Accra pada 30 Mei 2021, untuk membahas kudeta Mali. Dalam pertemuan itu Goita hadir.
Setelah pertemuan itu Menteri Luar Negeri Ghana Shirley Ayorkor Botchway menyampaikan penangguhan Mali "dari ECOWAS berlaku segera hingga batas waktu akhir Februari 2022", ketika para pemimpin sementara negara itu "seharusnya menyerahkan kepada pemerintah yang dipilih secara demokratis".
Hasil pertemuan itu tidak meminta Goita untuk mundur dari posisi presiden sementara, dia setelah kudeta Agustus 2020, menjabat sebagai wakil presiden dan setelah Ndaw dipaksa mundur dia ditetapkan menjadi presiden pada 28 Mei 2021. ECOWAS meminta agar kepala pemerintahan transisi, wakil presiden, dan perdana menteri dalam keadaan apa pun tidak boleh menjadi kandidat dalam pemilihan presiden yang direncanakan. “Tanggal 27 Februari 2022 yang sudah diumumkan untuk pemilihan presiden harus benar-benar dipertahankan."
Kudeta yang dilakukan militer telah membuat PBB, Uni Eropa, AS, dan Prancis mengutuk perebutan kekuasaan tersebut. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah merespon kudeta tersebut, dalam pernyataan yang rilis pada 30 Mei 2021, dia menyampaikan "tidak bisa tinggal di sisi negara di mana tidak ada lagi legitimasi demokrasi atau transisi". Macron memperingatkan bahwa Prancis akan menarik pasukannya dari Mali jika negara itu bergerak menuju “Islamisme radikal” di bawah kepemimpinan Goita. Saat ini di wilayah di bawah Operasi Barkhane, yang mencakup lima negara di Sahel, Burkina Faso, Chad, Mali, Mauritania, dan Niger, terdapat 5.100 pasukan Prancis.