Jakarta, IDN Times - Sejak Pemilihan Presiden AS 2020 berlangsung, warga AS dan dunia harap-harap cemas. Selama empat tahun memimpin, petahana Presiden Donald J Trump membuat deg-degan lewat kicauan di akun Twitter @realDonaldTrump dan pernyataan kontroversialnya.
Kolumnis dan penulis buku Fareed Zakaria, menganggap rivalitas Trump dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping bisa memicu perang dingin yang kedua. Perang dingin pertama terjadi pada 1947-1991 antara AS dengan Uni Soviet.
Pilpres 2020 dilaksanakan pada 3 November 2020. Sampai H-1, sudah ada 95 juta warga menggunakan hak suara lewat surat, rekor dalam jumlah pemilih, karena dilakukan di saat pandemik COVID-19. Diperkirakan ada 150 juta yang menggunakan hak pilih, atau 65 persen dari yang memiliki hak pilih.
Para analis menilai, Pilpres AS 2020 menjadi pilpres paling penting hasilnya, baik bagi AS maupun dunia. Kurangnya orientasi kebijakan dalam kampanye maupun debat capres membuat masa depan dari kebijakan luar negeri AS, dan pendekatannya di Asia Pasifik masih spekulatif, siapapun yang menangi pilpres, Trump ataupun kandidat dari Partai Demokrat, Joe Biden, yang pernah menjabat wakil presiden AS di era Presiden Barack Obama.
Akademisi ISEAS, lembaga pemikir di Singapura, Ian Storey dan Malcom Cook membuat analisis soal apakah Trump atau Biden, pilihan yang terbaik bagi Asia Tenggara? Analisis kedua fellow ISEAS-Yusof Ishak itu diterbitkan Oktober lalu dengan judul, “ISEAS Perspective, Trump Administration and Southeast Asia; Halftime or Game Over?’.
“Presiden AS Donald Trump tidak bertemu dengan satupun pemimpin dari negara Asia Tenggara sejak November tahun lalu. Meskipun administrasi Trump nampak kurang pendekatan, hubungan AS dengan negara di Asia Tenggara termasuk dengan Vietnam dan Thailand membaik,” demikian pembukaan artikel analisis Storey dan Cook.