Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol (kanan) bersama ibu negara, Kim Keon Hee. (twitter.com/President_KR)
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol (kanan) bersama ibu negara, Kim Keon Hee. (twitter.com/President_KR)

Jakarta, IDN Times - Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol, menghadapi tekanan yang semakin besar untuk mengklarifikasi terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan ibu negara, Kim Keon Hee.

Rekaman yang menampilkan istrinya menerima tas tangan mewah Christian Dior senilai 3 juta won (sekitar Rp35,5 juta) dari pendeta Korea-Amerika, Choi Jae Young, telah menggeparkan Negeri Ginseng.

Rekaman diungkap oleh outlet berita Voice of Seoul pada November. Choi mengaku telah memberikan tas tersebut kepada Kim pada September 2022. Outlet berita menggugat Kim atas tuduhan menerima suap pada Desember berdasarkan rekaman itu, dilansir Korea Herald pada Minggu (28/1/2024).

1. Rekaman diklaim sebagai jebakan yang disengaja

Kontroversi seputar Yoon dinilai telah menjadi senjata terbaru oposisi (Partai Demokrat/DP) melawan partai yang berkuasa (Partai Kekuatan Rakyat/PPP), seiring dengan semakin dekatnya pemilihan Parlemen pada April mendatang.

Yoon juga belum berbicara secara terbuka mengenai rekaman video istrinya tersebut, yang diambil dengan kamera tersembunyi dan dirilis di saluran You Tube kelompok politik liberal.

Pemimpin PPP Han Dong Hoon mengatakan, video tersebut menunjukkan adanya jebakan yang disengaja.

Pada 2016, Korsel menetapkan pejabat publik dan pasangannya yang menerima hadiah merupakan pelanggaran pidana, meskipun tidak ada bantuan yang diberikan atau diminta sebagai imbalan. Hadiah sebagai imbalan atas bantuan saja sudah dianggap sebagai suap.

Berdasarkan Undang-Undang anti-korupsi atau Undang-Undang Kim Young-ran, dijelaskan bahwa seorang pegawai negeri dapat menghadapi hukuman 3 tahun penjara atau denda 30 juta won (Rp355,4 juta) jika pasangannya kedapatan menerima hadiah senilai lebih dari 1 juta won (Rp11,8 juta).

2. Hasil survei Gallup Korea terhadap kinerja Presiden Yoon

Ilustrasi suasana kota Seoul di Korea Selatan pada malam hari. (pexels.com/Ethan Brooke)

Dilansir The Straits Times, hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Gallup Korea yang dirilis pada 26 Januari menunjukkan peringkat ketidaksetujuan terhadap Presiden Yoon mencapai level tertinggi dalam waktu sekitar sembilan bulan.

Tingkat ketidaksetujuan terhadap Yoon meningkat menjadi 63 persen dari 58 persen dari minggu sebelumnya. Masalah seputar ibu negara, buruknya komunikasi Yoon dengan publik, serta tingginya biaya hidup adalah serentetan alasan utama yang diberikan responden jajak pendapat baru-baru ini atas ketidaksetujuan mereka terhadap kinerja Yoon.

3. Yoon sedang mempertimbangkan wawancara dengan jaringan TV besar Korsel

Ilustrasi bendera Korea Selatan. (pexels.com/byunghyun lee)

Dilaporkan, Yoon sedang mempertimbangkan wawancara televisi dengan KBS. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa ia mungkin sedang bersiap untuk menjelaskan pendiriannya atau meminta permintaan maaf publik atas tindakan ibu negara.

Namun, pernyataan presiden dalam bentuk apa pun dinilai dapat mendorong serangkaian seruan untuk meminta maaf secara terbuka pada tuduhan tambahan atas kesalahan yang dilakukan oleh ibu negara sebelum Yoon menjabat.

Sebagai contoh, pada 5 Januari, Yoon memveto rancangan undang-undang yang memungkinkan Majelis Nasional yang mayoritas oposisi untuk meluncurkan penyelidikan khusus terhadap dugaan keterlibatan Kim dalam manipulasi harga saham Deutsch Motors, sebuah dealer mobil BMW di Korea Selatan, yang berlangsung antara 2010-2012.

Kasus itu diselidiki pada masa pemerintahan Presiden Moon Jae In sebelumnya, tetapi tidak menghasilkan pemanggilan apalagi dakwaan. Jaksa yang menyelidiki kasus tersebut selama 19 bulan, gagal menemukan bukti kesalahan apa pun

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRahmah N