Stroller bayi (unsplash.com/@marslady)
"Apa yang saya khawatirkan adalah anak muda tidak saling mencintai," kata Menteri Ketenagakerjaan Korea Selatan, Kim Moon-soo, pada 2023. "Sebaliknya, mereka mencintai anjing mereka dan membawa mereka ke mana-mana. Mereka tidak menikah, dan tidak punya anak."
Untuk mengatasi penurunan angka kelahiran, pemerintah Korea Selatan telah mengalokasikan hampir 300 miliar dolar AS (Rp4,5 biliun) untuk berbagai insentif, seperti subsidi perawatan anak dan pembayaran tunai langsung kepada keluarga yang memiliki anak. Beberapa pemerintah daerah bahkan menawarkan hingga 70ribu dolar AS (Rp1 miliar) per bayi sebagai bagian dari inisiatif pro-natal ini.
Upaya lainnya termasuk inisiatif kreatif, seperti acara perjodohan dengan hadiah uang tunai bagi pasangan yang bertemu dan membentuk hubungan, serta kebijakan yang dirancang untuk mempersingkat waktu perjalanan dan meningkatkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan.
Namun, langkah-langkah ini belum membuahkan hasil yang signifikan. Banyak anak muda Korea Selatan menghadapi hambatan besar untuk memulai keluarga, terutama di ibu kota, Seoul, di mana biaya perumahan terkenal sangat tinggi. Perubahan budaya juga menyebabkan penurunan dorongan di kalangan milenial Korea Selatan dan anggota Generasi Z untuk menikah dan memiliki anak.
Menurut Profesor sosiologi Jung Jae-hoon dari Universitas Perempuan Seoul, anak muda Korea Selatan cenderung menghabiskan uang lebih banyak dibandingkan generasi sebelumnya dan lebih fokus pada pencapaian kesuksesan pribadi secara daring daripada menabung atau berusaha menetap dan memiliki anak, yang dianggap sebagai tujuan yang hampir mustahil, seperti dilaporkan oleh Reuters.