Turki mulai terlibat langsung dalam Konflik Suriah ketika pasukannya begerak ke Suriah secara terang-terangan pada tahun 2016 lalu. Militer Turki pada saat itu melaksanakan operasi militer untuk menghentikan aktivitas militan Kurdi dan ISIS di perbatasan Suriah-Turki yang sebagian besarnya merupakan wilayah Kurdi. Namun, dalam pelaksanaannya Turki mengirim pasukan bersama alutsista yang cukup banyak dan memberi bantuan kepada Pemberontak Suriah (SDF) sehingga dapat terhindar dari ancaman pasukan Pemerintah Suriah yang berada di Selatan.
Usulan Vladimir Putin kepada Erdogan agar Turki dan Suriah kembali ke Perjanjian Adana 1998 untuk membantu meningkatkan keamanan perbatasan dan regional, secara khusus di wilayah Kurdi, dikhawatirkan Diplomat Barat merupakan sebuah cara untuk melawan kebijakan baru AS yang melindungi pasukan Kurdi, dilansir dari Reuters. Presiden Donald Trump yang segera menarik pasukannya dari Suriah menyatakan akan membuat zona aman selagi tidak ada kehadiran pasukan AS untuk melindungi pasukan/militan Kurdi yang menjadi sekutu utama AS dalam perlawanannya melawan ISIS.
Meskipun begitu, menurut Rusia perjanjian ini akan berjalan dengan sangat baik jika Pemerintah Turki benar-benar menghentikan pemberian bantuannya kepada pemberontak dan menarik pasukannya dari Suriah.