Ilustrasi lockdown (IDN Times/Arief Rahmat)
Dilansir dari CNN World, Sabtu (5/11/2022), ayah anak laki-laki tersebut mengklaim dalam unggahan di media sosial, pekerja COVID-19 melakukan upaya pencegahan meninggalkan kompleks rumah untuk mencari perawatan bagi anaknya di Lanzhou, Gansu, hingga menyebabkan penundaan penanganan. Dari situlah, dia meyakini anaknya meninggal hingga memicu kemarahan dan kesedihan publik.
Lanzhou, sejak Oktober 2022 lalu, menjadi salah satu wilayah yang menerapkan kebijakan lockdown. Akibatnya, masyarakat sulit beraktivitas, termasuk mencari bantuan medis seperti yang dialami bocah malang tersebut.
Sebenarnya pula, tak cuma bocah itu yang mengalami keracunan, tapi juga ibunya. Namun, kondisi ibunya membaik setelah ditolong oleh ayahnya.
Masih dalam unggahannya, sang ayah telah melakukan segala cara untuk memanggil ambulans dan polisi, namun selalu gagal. Kemudian, dia pergi meminta bantuan dari pekerja COVID-19 yang memberlakukan lockdown, tetapi ditolak dan menyuruhnya mencari bantuan dari pejabat di komunitasnya atau terus memanggil ambulans sendiri.
Bukannya memberikan bantuan, para pekerja malah terus meminta sang ayah menunjukkan hasil tes negatif COVID-19. Sialnya, tak ada tes yang dilakukan selama 10 hari sebelumnya.
Dia putus asa dan akhirnya membawa putranya keluar, kebetulan, ada seorang penduduk yang mau berbaik hati memanggil taksi untuk membawa mereka ke rumah sakit yang jaraknya cuma 10 menit dari kediaman mereka. Saat tiba, semua sudah terlambat, para dokter gagal menyelamatkan putranya.
"Anak saya mungkin bisa diselamatkan jika dia dibawa ke rumah sakit lebih cepat," tulisnya.