Bendera Thailand. (Unsplash.com/Dave Kim)
Pada Rabu malam, sekelompok kecil demonstran damai berkumpul di seluruh Bangkok, termasuk Anon Numpa, pengacara hak asasi manusia dan pemimpin protes pada 2020.
"Jika kami dikhianati besok, kesempatan kami untuk menjadi pemerintah mayoritas terpilih akan tertutup. Akan ada peningkatan pertempuran minggu depan," kata Anon setelah memberi hormat tiga jari simbol yang identik dengan demonstrasi pro-demokrasi sebelumnya.
Anon mengatakan, warga Thailand akan mengawasi pemungutan suara parlemen untuk memilih perdana menteri dengan cermat.
"Besok setelah bekerja, sampai jumpa di parlemen," katanya.
Thailand telah mengalami selusin kudeta dalam satu abad terakhir, dengan ketidakstabilan politik yang menjadi bahaya reguler dan gerakan progresif sering kali dibatasi secara tiba-tiba.
Pemilu pada Mei merupakan pemilihan pertama sejak demonstrasi besar-besaran pro-demokrasi pada 2020, dengan puluhan ribu orang menyerukan reformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Para pemilih tidak suka terhadap mantan pemimpin kudeta Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha, yang disalahkan atas mandeknya ekonomi dan tindakan keras terhadap hak-hak.