Ilustrasi aksi unjuk rasa. (Unsplash.com/Chris Slupski)
Protes difokuskan untuk menentang sistem kuota yang menyediakan 30 persen pekerjaan pemerintah bagi anggota keluarga veteran yang bertempur dalam perang kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan 1971. Tuntutan itu dipenuhi melalui keputusan Mahkamah Agung minggu lalu, yang mengurangi reservasi untuk menjadikan 93 persen pekerjaan berdasarkan prestasi.
Demonstrasi awalnya berlangsung damai. Kemudian terjadi bentrokan nasional antara polisi dan mahasiswa, dengan pasukan keamanan dituduh menggunakan kekuatan berlebihan. Setidaknya, 150 orang tewas dan lebih dari 4 ribu orang ditangkap sejak protes berubah menjadi kekerasan pada minggu lalu.
Pemerintah telah memberlakukan jam malam bersamaan dengan pembatasan akses internet dan komunikasi telepon. Jam malam saat ini sudah dilonggarkan, konektivitas internet terbatas telah dipulihkan dan sejumlah bisnis diizinkan buka kembali. Tapi masih banyak pembatasan berlaku, di tengah penghentian protes oleh para pemimpin mahasiswa karena pertumpahan darah.
Protes di Bangladesh masih berlanjut. Para demonstran juga menuntut permintaan maaf publik dari Perdana Menteri Sheikh Hasina dan pemecatan petugas polisi, sejumlah menteri, dan kepala universitas.
Volker Turk, komisaris tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk hak asasi manusia, menyerukan penyelidikan independen terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia, dengan mengatakan banyak orang menjadi sasaran serangan kekerasan kelompok yang berafiliasi dengan pemerintah.