Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anggota tim medis yang ditugaskan untuk memindahkan pasien diduga atau positif virus korona baru ke lokasi perawatan yang ditentukan memakai baju pelindung di Kunming, provinsi Yunnan, Tiongkok, pada 9 Februari 2020. ANTARA FOTO/cnsphoto via REUTERS

Beijing, IDN Times - Pemerintah Tiongkok mengumumkan akan segera mempercepat pengadaan obat-obatan yang menunjukkan dampak klinis terhadap virus corona. Begitu kabar yang disampaikan oleh media pemerintah pada Senin (10/2).

Mengutip Reuters, keputusan itu diambil dalam pertemuan yang dipimpin oleh Premier Tiongkok Li Keqiang. Sebanyak 910 jiwa meninggal akibat terinfeksi virus corona per awal minggu ini. Mayoritas adalah warga yang tinggal di Provinsi Hubei, sedangkan dua orang wafat masing-masing di Filipina dan Hong Kong.

1. Tiongkok sempat menguji obat anti-HIV

Anggota tim medis yang ditugaskan untuk memindahkan pasien diduga atau positif virus korona baru ke lokasi perawatan yang ditentukan memakai baju pelindung di Kunming, provinsi Yunnan, Tiongkok, pada 9 Februari 2020. ANTARA FOTO/cnsphoto via REUTERS

Seperti dilaporkan The Guardian pada minggu lalu, sekitar 200 pasien di Tiongkok diminta untuk mengonsumsi Kaletra yang merupakan kombinasi dari dua obat HIV yaitu lopinavir dan ritonavir sejak 18 Januari. Dengan pengawasan ketat, otoritas kesehatan setempat bertujuan membandingkan pasien yang diberi Kaletra dan tidak.

Belum ada perawatan terhadap virus corona baru yang disepakati bersama. Oleh karena itu, kabar bahwa dokter-dokter menguji coba Kaletra di rumah sakit membuat penjualan obat tersebut melonjak. Mereka mendapatkannya dari perusahaan obat generik di India atau pasar gelap. Bahkan ada penderita HIV yang rela menjual atau mendonasikan obat mereka sendiri.

2. Tiongkok juga melakukan tes terhadap obat anti-virus

Penumpang memakai masker dan kantong plastik berjalan di luar stasiun kereta Shanghai di Shanghai, Tiongkok, saat negeri tersebut sedang terjadi penularan virus corona baru, pada 9 Februari 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song

Kaletra bukan satu--satunya obat yang sempat diuji. Menurut laporan The New York Times, lembaga berwenang Tiongkok juga mengedarkan remdesivir kepada para pasien. Itu adalah obat anti-virus yang diproduksi oleh raksasa farmasi Amerika Serikat, Gilead. Remdesivir sendiri pernah diuji coba saat wabah Ebola terjadi di Republik Kongo pada 2018.

Namun, kala itu otoritas Kongo mengatakan obat itu tidak cukup kuat untuk melawan virus mematikan tersebut. Dokter di Washington sempat memberikan remdesivir kepada pasien virus corona pertama di Amerika Serikat ketika pneumonia yang dideritanya memburuk. Dokter menyebut kondisinya meningkat sehari kemudian.

3. Warga di Wuhan mengeluhkan lemahnya respons medis

Warga memakai masker pelindung menyusul penularan virus corona baru, saat perjalanan pagi mereka di stasiun, di Hong Kong, pada 10 Februari 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu

Sementara itu, persoalan lain masih menghantui warga Wuhan di mana virus corona jenis baru berasal. Suspect virus corona harus menanti dalam waktu lama untuk mendapatkan kepastian.

Dikutip dari The New York Times, seorang dokter mengaku pasiennya telah menjalani CT scan dan positif menderita pneumonia, tapi tes untuk memastikan infeksi virus corona memakan waktu setidaknya dua hari.

Ia menilai ini terlalu lama dan berbahaya tak hanya bagi pasien, tapi juga orang-orang di sekitarnya sebab bisa saja ia berkeliaran ketika virus dalam masa inkubasi. Rumah sakit di Wuhan juga kewalahan dengan banyaknya kasus virus corona yang per awal minggu ini mencapai lebih dari 40.000.

Kelangkaan alat tes nucleic acid yang dipakai untuk mengonfirmasi virus corona juga sempat terjadi. Belum lagi pengiriman tes sample suspect virus corona ke laboratorium dilaporkan perlu waktu lama. Satu laboratorium mampu melakukan 6.000 tes per hari, tapi para staf tetap kelimpungan dengan banyaknya sampe yang harus mereka tangani.

Salah satu pasien di Wuhan, Li Jiasheng, mengatakan kepada The New York Times bahwa ia khawatir ayahnya yang memiliki pneumonia sebenarnya terinfeksi virus corona. Tes nucleic acid yang ia jalani menunjukkan hasil negatif, tapi ia masih harus mengikuti tes berikutnya.

Sayangnya, tidak ada yang tahu berapa lama ayahnya harus menanti. Li takut saat ini virus tersebut berada dalam masa inkubasi dalam tubuh sang ayah, tapi ia tidak mendapatkan perawatan. Artinya, ia juga tidak dikarantina sehingga bisa menularkan virus kepada siapa pun.

(IDN Times/Arief Rahmat)
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team