Pengunjuk rasa anti-pemerintah membawa bendera di sebelah polisi saat melakukan protes di sebuah pusat perbelanjaan di Hong Kong, pada 26 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu
Para pengunjuk rasa pun tetap memperlihatkan sikap tidak suka terhadap pemerintah pusat dengan menyebutnya sebagai "virus Tiongkok" atau "virus Wuhan". Salah satu yang paling rajin menggunakan sebutan itu adalah tokoh demonstrasi, Joshua Wong, lewat sejumlah unggahan di media sosial.
Badan kesehatan dunia (WHO) menilai penggunaan nama wilayah atau ras untuk menyebut suatu virus akan berdampak buruk, terutama kepada orang yang diasosiasikan dengan wilayah dan ras tersebut. Warga keturunan Tiongkok dan Asia di beberapa negara, seperti Prancis, Kanada dan Amerika Serikat, jadi target rasisme dan diskriminasi saat pandemik ini terjadi.
Akan tetapi, demonstran Hong Kong tidak peduli dengan kenyataan tersebut. "Itu [virus] datang dari Tiongkok, jadi mengapa saya tidak boleh menyebutnya virus Tiongkok?" kata seorang pengunjuk rasa, Adrian Hui, kepada Hong Kong Free Press (HKFP). "Jika CCP (Partai Komunis Tiongkok) tidak mengizinkan kita memakai 'virus Tiongkok', justru kita harus lebih menggunakannya," tambahnya.
"Saya punya hak kebebasan berpendapat, dan saya kira itu tidak rasis atau menyakiti, itu tetap hanyalah sebuah nama," lanjutnya. Pemerintah Tiongkok sendiri memprotes pemakaian sebutan yang juga dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.