François Molins, seorang jaksa di Perancis yang bertanggungjawab untuk urusan terorisme, menyatakan bahwa perempuan-perempuan yang sudah terkena efek radikalisasi kini tak mau lagi terkurung dalam ranah domestik. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka mampu mengambil peran sebagai kombatan layaknya para pria. Misalnya di Maroko. Ada sepuluh perempuan yang ditangkap karena diduga akan menjadi pelaku bom bunuh diri.
Namun, hingga kini pihak keamanan masih mencoba memahami apakah perempuan mengambil peran sebagai 'pengantin' untuk mengelabuhi petugas keamanan atau hanya dijadikan alat saja. Untuk alasan pertama, perempuan bisa dengan sadar memilih peran itu karena menyadari potensi mereka sekaligus tetap ingin meneruskan misi yang mereka yakini. Sedangkan yang kedua, perempuan tetap submisif dan dikontrol oleh pelaku teror laki-laki. Perempuan dijadikan alat untuk mempermalukan lelaki yang tak terlibat dalam misi teror.
Apapun alasannya, tak menutup kemungkinan bahwa akan ada Dian berikutnya. Dengan menyadari bahwa baik perempuan maupun laki-laki punya kerentanan yang sama terhadap terorisme. Kita bisa melibatkan keduanya -- dalam profesi apapun -- untuk lebih aktif sebagai langkah pencegahan radikalisme baik dalam berbagai lingkup.