Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera Turki.
Ilustrasi bendera Turki. (unsplash.com/Tarik Haiga)

Intinya sih...

  • Kompromi unik cegah kebuntuan diplomasi iklim

    • Australia dan Turki mencapai kesepakatan kompromi untuk mencegah kebuntuan dalam pemilihan tuan rumah COP31.

  • Turki bertanggung jawab atas penyelenggaraan fisik acara di Antalya, sementara Australia memimpin negosiasi diplomatik.

  • Negara Pasifik kecewa berat dengan keputusan Australia

    • Keputusan Australia menarik pencalonannya sebagai tuan rumah memicu kekecewaan negara-negara kepulauan Pasifik.

  • Janji Australia untuk menjadi tuan rumah bersama negara tetangga Pasifiknya di

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Turki terpilih menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-31 (COP31) yang akan digelar pada 2026 di Antalya. Keputusan ini diambil setelah Australia setuju untuk menarik pencalonannya sebagai tuan rumah utama demi mencapai konsensus. Kesepakatan tersebut tercapai di sela-sela perundingan COP30 yang saat ini sedang berlangsung di Belem, Brasil, pada Kamis (20/11/2025).

Sebagai bagian dari kompromi, Australia akan memegang peran kunci sebagai Presiden Negosiasi dalam konferensi tersebut. Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, mengumumkan kesepakatan ini sebagai solusi yang menguntungkan kedua belah pihak setelah proses tawar-menawar yang alot. Skema kerja sama ini dinilai unik karena membagi peran logistik tuan rumah dan kepemimpinan negosiasi diplomatik.

1. Kompromi unik cegah kebuntuan diplomasi iklim

PM Inggris Keir Starmer di COP30 Brazil (Number 10, CC BY 4.0 <https://creativecommons.org/licenses/by/4.0>, via Wikimedia Commons)

Kesepakatan ini muncul karena adanya risiko kebuntuan jika Australia dan Turki sama-sama tidak mau mengalah dalam pencalonan. Jika tidak ada kesepakatan, aturan PBB mengharuskan pertemuan tersebut dipindahkan ke markas iklim PBB di Bonn, Jerman. Menteri Perubahan Iklim Australia, Chris Bowen, menyebut bahwa membiarkan keputusan jatuh ke Bonn akan menjadi tindakan yang tidak bertanggung jawab.

Dalam skema baru ini, Turki akan bertanggung jawab atas penyelenggaraan fisik acara, pengaturan jadwal, dan manajemen lokasi acara di Antalya. Sementara itu, Australia akan mengadakan acara pra-COP di kawasan Pasifik dan memimpin jalannya negosiasi antar negara. Bowen menegaskan bahwa ia akan memiliki wewenang penuh layaknya presiden COP untuk menunjuk fasilitator dan menyusun draf keputusan.

Meskipun Australia harus merelakan ambisi menjadi tuan rumah tunggal, pemerintah mereka menilai posisi ini tetap strategis. Langkah ini diambil untuk memastikan kepemimpinan iklim tetap berjalan tanpa hambatan birokrasi selama 12 bulan ke depan.

“Jelas akan sangat bagus jika Australia bisa mendapatkan semuanya, tetapi kami tidak bisa mendapatkan semuanya karena proses ini bekerja berdasarkan konsensus dan jika ada yang keberatan dengan tawaran kami, itu akan jatuh ke Bonn,” ujar Bowen, dilansir BBC.

2. Negara Pasifik kecewa berat dengan keputusan Australia

ilustrasi bendera Australia. (pexels.com/Hugo Heimendinger)

Keputusan Australia untuk mundur dari pencalonan tuan rumah memicu kekecewaan bagi negara-negara kepulauan Pasifik. Sebelumnya, Australia telah menjanjikan konsep "COP Pasifik" yang akan menyoroti ancaman eksistensial akibat kenaikan permukaan laut di kawasan tersebut.

Papua Nugini menyuarakan rasa frustrasi mereka terhadap hasil negosiasi di Brasil ini. Mereka menilai bahwa janji Australia untuk menjadi tuan rumah bersama negara tetangga Pasifiknya telah diingkari. Menteri Luar Negeri Papua Nugini bahkan mempertanyakan efektivitas konferensi iklim yang dianggap hanya sekadar ajang bicara tanpa aksi nyata.

“Kami semua tidak senang dan kecewa karena akhirnya jadi seperti ini, apa yang telah dicapai COP selama bertahun-tahun hanyalah pesta bicara dan tidak menuntut pertanggungjawaban para pencemar besar,” tutur Menteri Luar Negeri Papua Nugini, Justin Tkatchenko, dilansir Al Jazeera.

Senator Partai Hijau Australia, Steph Hodgins-May, turut mengkritik langkah pemerintahnya yang dianggap gagal memperjuangkan isu iklim regional. Ia menilai mundurnya Australia mencerminkan kebijakan pemerintah yang masih menyetujui proyek batu bara dan gas baru.

3. Turki pernah mengalah untuk Inggris pada 2021

COP29 di Baku, Azerbaijan. (unsplash.com/mtenbruggencate)

Turki bersikeras menjadi tuan rumah COP31 dengan alasan posisinya sebagai negara ekonomi berkembang yang strategis. Ankara ingin mempromosikan solidaritas antara negara kaya dan miskin dengan fokus isu yang lebih global dibandingkan pendekatan regional Australia. Turki juga merasa berhak karena pernah mengalah pada tahun 2021 untuk memberikan kesempatan kepada Inggris.

Dengan keputusan ini, Turki kini menghadapi tantangan waktu yang sangat ketat. Mereka hanya memiliki waktu sekitar 12 bulan untuk mempersiapkan Antalya Expo Center sebagai lokasi acara yang masif. Biasanya, negara tuan rumah memiliki waktu persiapan yang jauh lebih lama untuk menyambut puluhan ribu delegasi.

Sementara itu, PM Albanese tetap optimis pembagian tugas ini akan menempatkan Australia dalam posisi diplomatik yang kuat. Menurutnya, memegang kendali negosiasi justru memberikan pengaruh yang lebih besar dalam menentukan hasil akhir kesepakatan iklim.

“Turki akan menjadi tuan rumah konferensi, tapi Australia dengan memegang presidensi COP untuk negosiasi, akan berada dalam posisi yang sangat kuat dan beberapa pihak mungkin berpendapat ini adalah posisi terkuat,” kata Albanese, dilansir The Guardian.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team