Tweet yang menghasut tersebut hingga kini masih bertengger di akun sosial media Khamenei dan belum di sensor dengan cara apa pun. Hal itu lantas memicu kemarahan dari banyak pengguna sosial media termasuk para figur ternama bercentang biru yang mempertanyakan alasan mengapa Twitter tidak menghapus postingan meski telah melanggar aturan sesuai dengan pedomannya. Salah satu bentuk kekesalan dituliskan oleh Senator AS Ted Cruz sembari mengajukan pertanyaan kepada pendiri Twitter Jack Dorsey dengan cuitan, “mengapa Twitter menyensor kebebasan berbicara Amerika, sementara disaat yang bersamaan membiarkan corong kebohongan Ayatollah yang anti-Amerika dan anti-Semit?”
Sementara mantan duta besar AS untuk PBB, Nikki Haley, menyoroti unggahan tersebut dengan kritikan tajam bertuliskan itu adalah “bukti lebih lanjut bahwa rezim Iran yang tidak sah dipimpin oleh psikotik, anti-semit, ekstremis. Perdamaian sedang pecah di wilayah tersebut, dan diktator Iran tidak tahan.”
Banyak pula diantaranya yang kembali menyinggung situasi pada bulan Juli lalu ketika unggahan Khamenei berisikan kalimat ekstrim tentang genosida diloloskan oleh Twitter, tetapi cuitan Trump tentang protes Minneapolis disembunyikan meski keduanya dinilai sama-sama memiliki unsur pelanggaran. Salah satu bentuk protes itu dilayangkan oleh putra Presiden Trump sendiri, Donald Trump Jr. yang menulis, “Presiden Amerika Serikat disensor sepanjang waktu oleh para master media sosial, tetapi @Twitter malah memberikan kata-kata kasar yang menjijikkan dan anti-Semit ini ijin akses secara total. Sungguh menjijikkan.”
Melansir dari Al Arabiya, Selama sidang parlemen Israel pada 29 Juli, pengacara hak asasi manusia internasional Arsen Ostrovsky bertanya kepada perwakilan Twitter, mengapa perusahaan hanya ‘menandai’ twit Trump tetapi bukan Khamenei yang secara harfiah menyerukan genosida Israel terhadap orang-orang Yahudi" di platform media sosialnya. Jawaban Twitter pun diwakilkan oleh Ylwa Pettersson, kepala kebijakan Twitter untuk negara-negara Nordik dan Israel melalui konferensi video yang mengatakan, "Kebijakan luar negeri yang mengacaukan masalah ekonomi politik umumnya tidak melanggar aturan Twitter kami.”
“Menyerukan genosida di Twitter tidak masalah - tetapi mengomentari situasi politik di negara tertentu tidak diperbolehkan?” tanya anggota parlemen Israel Michal Cotler-Wunsh.
Pettersson kemudian menjawab bahwa situasi cuitan Presiden AS pada waktu itu dinilai lebih ekstrim karena mengandung unsur pemujaan kekerasan dan terdapat risiko bahwa hal itu mungkin dapat menimbulkan bahaya.
"Jika pemimpin dunia melanggar aturan kami, tetapi jelas berkepentingan untuk mempertahankannya di layanan, kami dapat menempatkannya di belakang pemberitahuan yang memberikan lebih banyak konteks tentang pelanggaran tersebut dan memungkinkan orang untuk mengklik jika mereka ingin melihat konten serupa, " tambahnya.