Front Persatuan Thammasat dan Demonstrasi (UFTD) menggelar acara pada hari ini, Kamis (10/12/2020). Sumber: twitter.com/ThammasatUFTD
Semula pada 18 Juli 2020, hampir 2.500 pemuda melempar tiga gugatan terhadap pihak berwenang Thailand; bubarkan parlemen, buat konstitusi baru, dan hentikan pelecehan para politikus. Namun, Arnon malah menyerukan reformasi monarki ala Harry Potter kepada demonstran (3/8/2020), yang berakibat seorang mahasiswa membacakan 10 tuntutan untuk mereformasi, termasuk hilangkan lese majeste pada Senin (10/8/2020), serta lebih dari 10.000 orang tergabung di Monumen Demokrasi Bangkok, selang enam harinya.
Mereka sempat mencatat aksi unjuk rasa terbesar sejak kudeta 2014 pada 19 September lalu. Diikuti oleh pemasangan plakat, meneriaki ring-iringan mobil raja yang lewat sambil meminta 21 rekannya agar dibebaskan ketika bentrok dengan polisi. Bahkan, mereka sampai berkemah di depan kantor Prayuth, untuk memintanya mundur (14/10/2020). Esok harinya, pemerintah membuat larangan berkumpulnya lima orang atau lebih. Akan tetapi, justru ribuan orang tetap turun ke jalan, dan alhasil mereka ditembakkan gas air mata oleh kepolisian setempat di hari berikutnya.
Di samping itu, puluhan ribu orang turut ikut berbagai demonstrasi anti-pemerintah di seluruh Bangkok dan bagian lain Thailand pada Sabtu, 17 Oktober 2020. Mereka mengambil alih dua pusat transportasi utama ibu kota tersebut, serta aksi semakin menyebar di seluruh negeri. Juru bicara Prayuth mengatakan, bahwa dia prihatin dan pemerintah sedang membicarakannya (18/10/2020). Kabarnya, hari ini UFTD menggelar "acara penting" untuk mengenang para demonstran yang telah menyerukan aspirasi dan gugatannya terhadap pemerintah negara tersebut, melalui akun Twitter mereka.