Ilustrasi palu pengadilan. (Pexels.com/Sora Shimazaki)
Melansir Reuters, kasus kompensasi terkait perang ini pertama kali diajukan terhadap Uganda pada 1999. Saat itu RD Kongo meminta Mahkamah Internasional (ICJ) agar memerintahkan Uganda membayar 11 miliar dolar AS (Rp163,4 triliun) sebagai ganti rugi atas kematian, penjarahan, dan kerusakan ekonomi yang terjadi akibat perang.
Setelah melalui proses bertahun-tahun, ICJ pada 2005 memutuskan Uganda telah melanggar hukum internasional dengan menduduki bagian timur RD Kongo dan mendukung kelompok bersenjata lainnya selama konflik yang berkecamuk pada 1998-2003.
Keputusan ICJ tidak bisa ditentang dan kedua negara itu diperintahkan untuk merundingkan reparasi. Namun, pada 2015, RD Kongo mengatakan kepada pengadilan bahwa pembicaraan telah terhenti.
Penetapan biaya ganti rugi atas perang tersebut akhirnya bisa diputuskan ICJ pada Februari tahun ini. Dalam keputusannya, Uganda harus membayar 325 juta dolar AS (Rp4,8 triliun) dalam lima kali angsuran tahunan, dengan pembayaran dimulai pada September 2022.
Jika pembayaran gagal dilakukan, maka angsuran ganti rugi akan dikenakan bunga tahunan sebesar enam persen.