Belalang goreng, salah satu kuliner khas dari Gunung Kidul, Yogyakarta. (Twitter.com/Mahesa Syailendra)
Persetujuan larva Tenebrio molitor ini sebenarnya telah dilakukan pada awal tahun ini. Tanggapan terhadap persetujuan tersebut telah mulai ramai pada bulan Februari. Ada perkiraan bahwa produksi secara besar-besaran bakal terjadi ketika UE mengizinkannya dan saat ini organisasi blok Eropa tersebut telah melakukannya.
Mencari solusi makanan baru telah direncakan oleh UE karena konsumsi daging secara besar-besaran ikut berperan penting atas krisis perubahan iklim. Serangga dan makanan lainnya sedang dalam peninjauan tentang kandungan gizi dan kemanfaatannya.
Tapi apakah masyarakat Eropa akan bisa menerimanya, adalah pertanyaan yang juga penting. Konsumsi serangga telah banyak dilakukan oleh manusia di berbagai belahan dunia, seperti di Afrika atau di Asia. Tapi di Eropa hal ini mungkin masih terbilang baru.
Sam Wollaston menulis pendapatnya di The Guardian dan telah mencoba memasak Mealworms kering untuk dimasak dan disantap. Anak-anaknya yang berusia enam dan delapan tahun segera merasa "yuck" ketika itu disajikan.
Leo Taylor, salah satu pendiri perusahaan Bug di Inggris, berencana memasarkan perlengkapan makanan serangga di Eropa. Ia yang besar di Asia Tenggara, sudah biasa menyantap serangga. Ia mencontohkan seperti orang di Thailand yang memakan serangga bukan hanya karena pertimbangan gizi melainkan karena memang rasanya enak.
Selain ulat Hong Kong atau Mealworms yang telah disetujui UE, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyebut serangga sebagai "sumber makanan yang sehat dan bergizi dengan kandungan lemak, protein, vitamin, serat dan mineral yang tinggi."
PBB mencontohkan jangkrik yang bisa disantap dan perkembangbiakannya tidak membutuhkan banyak air seperti peternakan konvensional. Selain itu, proses perkembangbiakannya juga tidak banyak menghasilkan banyak CO2, seperti peternakan konvensional.