Pengunjuk rasa di Suriah selama periode Arab Spring. (cfr.org)
Dilansir Middle East Monitor, keterlibatan Arab Saudi dalam perang saudara Suriah dapat dikata bersifat pasif. Saudi juga diketahui sebagai salah satu negara yang memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Suriah sejak dimulainya revolusi Suriah pada 2011.
Pada tahun yang sama, anggota Liga Arab memutuskan untuk mengeluarkan Suriah dari organisasi tersebut. Sebab, perang saudara meletus yang dipicu oleh penindasan brutal terhadap protes anti-pemerintah dan telah menewaskan lebih dari 500 ribu orang serta jutaan lainnya mengungsi.
Namun, akhir-akhir ini beberapa negara Arab seperti Uni Emirat Arab (UEA) telah menyerukan Suriah untuk kembali ke Liga Arab. Pada Desember 2018 negara tersebut menjadi negara Arab pertama yang menormalisasi hubungan dengan Suriah, dan pada November 2021 UEA juga mengirim menteri luar negerinya ke Suriah untuk bertemu Bashar Assad.
Hal serupa juga dilakukan oleh Oman di mana mereka telah mengembalikan kedutaan besarnya di Suriah pada bulan Oktober 2021 lalu.
Riyadh tampaknya enggan untuk mengikuti langkah beberapa negara sahabatnya itu. Para pengamat mengatakan, mungkin Arab Saudi mewaspadai Amerika Serikat yang menentang upaya normalisasi dengan Suriah karena tindak brutal Assad yang disebut dapat membahayakan warga sipil seperti yang terjadi di masa lampau.