Ilustrasi rapat The National People's Congress (http://www.npc.gov.cn)
UU Antisanksi Asing menuai polemik karena dibahas secara serampangan dan tidak transparan. The National People’s Congress (NPC) memulai pembacaan pertama secara rahasia pada April. Kemudian, RUU disahkan dua hari setelah NPC mengumumkan bahwa mereka memulai pembacaan kedua. Umumnya, NPC melakukan pembacaan sebanyak tiga kali.
Selain itu, pengesahan RUU ini juga menerabas proses konsultasi publik. Para pengamat mengatakan, pengesahan yang cepat merupakan puncak dari pernyataan Xi, yang disampaikan pada November, mengenai perbaikan kerangka hukum Tiongkok demi menjaga kedaulatan, keamanan, dan kepentingan dalam berurusan dengan pihak asing.
“China sebelumnya tidak memiliki kekuatan ekonomi maupun kemauan politik untuk menggunakan cara hukum untuk membalas sanksi AS. Sekarang memiliki keduanya,” kata Wang Jiangyu, profesor hukum di University of Hong Kong, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Beijing telah lama mengeluhkan sanksi AS dan negara-negara Eropa terkait pembatasan perdagangan yang mempengaruhi perusahaan Tiongkok. Dalam beberapa bulan terakhir, Biden dan Uni Eropa telah meningkatkan sanksi atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong dan diskriminasi rasial di Xinjiang.