Jakarta, IDN Times - Guru besar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mendesak pemerintah mendesak untuk memprotes undang-undang baru Tiongkok soal penjaga pantai.
Hal itu lantaran UU yang disahkan pada Jumat, 22 Januari 2021 lalu tersebut memperbolehkan Angkatan Laut Tiongkok menembak kapal-kapal asing yang melintasi perairannya. Sementara, Negeri Tirai Bambu selalu mengklaim sepihak wilayah perairan yang disebut sembilan garis putus-putus (nine-dash line).
"Indonesia memang tidak mengakui nine-dash line Tiongkok, tetapi ada klaim tumpang tindih dengan Tiongkok di wilayah perairan Natuna Utara," ujar Hikmahanto melalui keterangan tertulis pada Selasa (26/1/2021).
Indonesia, kata Hikmahanto, mengklaim wilayah perairan di Natuna Utara yang menjorok ke Tiongkok sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Di sisi lain, Tiongkok mengklaim area itu sebagai area penangkapan ikan tradisional yang tidak diakui dalam hukum internasional.
Saat ini, kapal-kapal nelayan Tiongkok kerap memasuki wilayah ZEE Indonesia di Natuna Utara. Lalu, dijerat dengan ketentuan penangkapan ikan ilegal oleh kapal TNI AL dan kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sementara, kapal-kapal nelayan Tiongkok ketika berada di ZEE Indonesia di Natuna Utara ikut dibayangi oleh kapal penjaga pantai Negeri Tirai Bambu.
"Tidak heran bila kapal TNI AL, Bakamla atau KKP kerap berhadap-hadapan dengan kapal penjaga pantai Tiongkok di Natuna Utara," ungkap pria yang juga menjadi Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani itu.
Apakah UU baru Negeri Panda tersebut justru membuat wilayah Laut Tiongkok Selatan semakin tidak stabil?
