PM Scott Morrison (Twitter.com/Julian Andrew)
Sama seperti Amerika Serikat, Australia sebenarnya juga menghadapi masalah yang hampir serupa. Para pekerja sipil Afghanistan yang bekerja untuk pasukan Australia, saat ini memiliki masalah yang sama, yakni nyawanya terancam dari militan Taliban yang mulai bangkit.
Upaya untuk menyelamatkan warga Afghanistan yang sebelumnya menjadi sekutu, adalah salah satu tuntutan dari tokoh-tokoh militer yang pernah berdinas di negara itu.
PM Australia Scott Morrison mengatakan pada bulan ini bahwa pemerintah telah berusaha untuk melakukan relokasi warga Afghanistan sekutu Australia. Mereka terutama penerjemah lokal.
Melansir laman ABC, sejauh ini Australia disebut telah merelokasi sekitar 300 penerjemah lokal dan keluarganya agar hidupnya aman. Tapi ratusan lainnya masih dalam tahap proses aplikasi pengajuan visa yang harus melewati lembaga pemerintah multi-kompleks.
Morrison menjelaskan "saya berharap dapat mengatakan lebih banyak tentang itu (relokasi) dalam beberapa minggu ke depan, tetapi kami membuat kemajuan yang stabil." Salah satu upaya untuk relokasi adalah menggunakan penerbangan komersial.
Menurut Stuart McCarthy, upaya pemerintahan PM Morrison lamban dalam melakukan upaya penyelamatan. Ada dua faktor utama yang menjadi hambatan.
McCarthy menjelaskan dua faktor tersebut kepada Vice, bahwa yang pertama adalah peraturan pemerintah yang terlalu ketat yang mencegah mereka (warga Afghanistan) memenuhi syarat untuk mendapatkan visa.
Kedua, jumlah rintangan birokrasi yang harus dilalui pelamar dan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk penilaian kelayakan mereka. Menurut McCarthy ada pelamar yang mengajukan dua atau tiga kali tapi aplikasi pengajuan relokasi mereka terdampar duduk di meja seorang birokrat bertahun-tahun lamanya.
"Nyawa (orang-orang ini) telah terancam selama penundaan itu. Kemudian pada tahap akhir ini berbalik, sekarang Taliban mengendalikan sekitar 75 persen negara dan kami melihat gelombang eksekusi, penyiksaan, dan sebagainya. Bahkan memberi mereka kesempatan untuk mengajukan permohonan visa sangat tidak masuk akal," kata McCarthy menjelaskan.