Para dokter mengatakan bahwa mereka kesulitan bekerja dengan persediaan medis yang terbatas.
“Kami kekurangan obat bius, pasokan untuk ICU, antibiotik, dan yang terakhir obat penghilang rasa sakit. Ada banyak orang yang mengalami luka bakar parah. Kami tidak memiliki obat penghilang rasa sakit yang cocok untuk mereka," kata al-Akkad.
Ia menambahkan bahwa tim medis terpaksa mengesampingkan orang-orang yang menderita penyakit kronis.
“Terus terang kami tidak memiliki tempat tidur untuk mereka atau potensi untuk menindaklanjutinya. Bagi siapa pun yang melakukan cuci darah empat kali seminggu, sekarang dia melakukannya seminggu sekali. Jika orang ini melakukan cuci darah 16 jam seminggu, sekarang menjadi satu jam," jelasnya.
Mohamed Salha, penjabat direktur rumah sakit Al-Awda di Gaza utara, mengatakan bahwa orang-orang yang butuh perawatan dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan keledai dan kuda.
“Yang parahnya adalah luka pasien sudah membusuk, karena lukanya sudah terbuka lebih dari dua atau tiga minggu,” kata Salha, menambahkan bahwa para dokter di sana melakukan operasi dengan penerangan lampu senter karena tidak adanya listrik.
Beberapa perempuan juga terpaksa melahirkan di tenda tanpa bantuan medis, sementara rumah sakit yang menyediakan layanan kebidanan mengatakan kapasitas mereka terbatas.
“Di satu departemen, ada seseorang yang meninggal dan di departemen lain, kehidupan baru lahir. Anak-anak lahir dan tidak ada susu untuk mereka. Rumah sakit menyediakan satu kotak susu untuk setiap anak,” paparnya.