Jakarta, IDN Times - Badan Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya memutuskan untuk tetap melanjutkan uji klinis terhadap obat hydroxychloroquine atau antimalaria terhadap pasien COVID-19. Padahal, Inggris resmi memutuskan tak lagi memasukan obat itu ke dalam daftar uji klinis mereka.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh para peneliti Oxford, peluang kematian pasien justru lebih besar usai mengonsumsi obat antimalaria itu. Stasiun berita BBC (5/6) melaporkan hasil kajian dari peneliti Oxford yang ikut dalam program Recovery menunjukkan 25,7 persen pasien COVID-19 yang mengonsumsi obat tersebut meninggal usai dirawat selama 28 hari. Sementara, hanya 23,5 persen pasien yang meninggal tanpa mengonsumsi obat itu dan menggunakan standar perawatan biasa rumah sakit.
"(Obat) ini bukan untuk menyembuhkan COVID-19," ungkap Prof. Martin Landray yang merupakan bagian dari program Recovery.
Temuan itu juga sudah disampaikan ke WHO. Tetapi, mereka tetap melanjutkan uji klinis terhadap obat-obatan tersebut. Apa alasan badan yang bermarkas di Jenewa itu melanjutkan uji klinis obat antimalaria tersebut?