Ilustrasi tentara. (Unsplash.com/Diego González)
Misi pencari fakta PBB menyerukan perlunya pasukan penjaga perdamaian independen dan tidak memihak untuk melindungi warga sipil. Hal itu diserukan setelah menemukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang "mengerikan", yang dapat merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dilansir dari Al-Monitor.
Laporan misi setebal 19 halaman, yang didasarkan pada 182 wawancara, mengatakan kedua pihak yang bertikai, dan sekutu mereka masing-masing melakukan serangan terhadap warga sipil. Metodenya termasuk serangan udara dan penembakan yang menargetkan sekolah, rumah sakit, jaringan komunikasi, serta pasokan air dan listrik.
Laporan tersebut merekomendasikan perluasan embargo senjata PBB yang berlaku, yang saat ini hanya berlaku di wilayah barat Darfur, untuk mencakup seluruh wilayah Sudan.
Untuk mengakhiri konflik, Amerika Serikat (AS) telah mengundang pihak-pihak yang bertikai untuk berunding mengenai perdamaian di Jenewa pada Agustus. Namun, militer Sudan menolak untuk mengirim delegasi dan perundingan berakhir tanpa terobosan.
Tom Perriello, utusan khusus AS untuk Sudan, memulai lawatan regional pada Minggu, yang bertujuan memajukan upaya gencatan senjata. Departemen Luar Negeri mengatakan Perriello akan bertemu dengan pejabat pemerintah serta pengungsi Sudan dan para pemimpin sipil selama singgah di Riyadh, Kairo, dan Ankara.