Dilansir NPR, sebagian besar pasokan dan peralatan medis Sudan, seperti bank darah dan laboratorium kesehatan masyarakat, berada di ibu kota Khartoum, yang merupakan garis depan konflik dan tidak dapat dijangkau.
Tedla Damte, kepala kesehatan UNICEF Sudan, mengatakan bahwa sebagian besar dari 250 ribu petugas kesehatan yang bertugas di Kementerian Kesehatan Sudan telah meninggalkan negara tersebut. Hal ini membuat situasi semakin sulit bagi mereka yang masih tinggal di sana.
“Dan yang lebih penting lagi, karena takut akan keselamatan mereka sendiri dan tanpa jaminan perlindungan, petugas kesehatan tidak dapat mengakses fasilitas di banyak tempat dan belum dibayar selama berbulan-bulan,” ungkapnya.
Shashwat Saraf, direktur darurat regional Afrika Timur untuk Komite Penyelamatan Internasional (IRC) mengatakan bahwa di antara lebih dari tujuh juta pengungsi internal di Sudan, hanya dua persen yang memiliki akses terhadap layanan kesehatan.
Hal ini mendorong IRC dan organisasi bantuan lainnya, termasuk WHO, menerapkan pendekatan baru untuk meningkatkan akses terhadap orang-orang yang membutuhkan, termasuk membuka klinik keliling di sekolah, gedung, dan bahkan di bawah naungan pohon sekalipun.