Jakarta, IDN Times – Osama bin Laden bagaikan dua sisi mata uang dengan serangan 9/11 di mana dia menempatkan diri sebagai tokoh pentingnya. Warisan serangan teror yang menumbangkan dua menara kembar World Trade Center di kota New York, 11 September 2001 itu memunculkan kembali politik identitas, baik di negara barat termasuk AS, Afrika dan Asia.
“Perang identitas dan konflik berdasarkan perbedaan etnis, budaya, bahasa atau agama,
sekali dinyalakan, merupakan kekuatan paling kuat dalam hubungan manusia. Di samping
kembalinya persaingan kekuatan besar, meletusnya politik identitas adalah satu-satunya fitur politik yang paling konsisten saat ini, kombinasi yang bukan pertanda baik,” tulis Walter Russel Mead, kolumnis Wall Street Journal.
Analisa Mead memaparkan bagaimana konflik yang dipicu politik identitas terjadi di
berbagai tempat termasuk di Suriah, Yaman, Irak dan Lebanon sampai di bagian barat China, di wilayah Uighur Xinjiang. Politik identitas juga mencuatkan semangat populis dan
sentimen sayap kanan di Eropa dan Amerika Serikat.
Dua dekade setelah tragedi 9/11, kita melihat AS yang lelah dengan perang tak berkesudahan di Afghanistan yang membuat Presiden Joe Biden memutuskan untuk menarik pasukan militer pada 31 Agustus 2021. Taliban menguasai negeri yang ditandai dengan jatuhnya Kabul, ibu kota negara, dan kaburnya Presiden Ashraf Ghani ke Uni Emirat Arab. Osama Bin Laden ditangkap dan tewas dalam serangan militer AS di Abbottabad, Pakistan, 2 Mei 2011.
AS mengklaim kematian itu lewat tes DNA. Perburuan atas Osama menjadi dicatat sebagai tonggak perang anti teror terheboh di dunia. Dunia tak pernah sama sejak
menara kembar yang jadi lambang kedigdayaan AS rontok. Pemeriksaan di seluruh bandara dunia makin ketat. Islamofobia menguat di mana-mana.
Ketika Osama Bin Laden ditangkap, saya berada di Grand Canyon, AS, dalam sebuah acara
bersama peserta Eisenhower Fellowships, beasiswa kepemimpinan yang melibatkan peserta dari belasan negara. Breaking News itu menghentikan acara diskusi kami. Bagi teman saya, fellow dari Pakistan, peristiwa itu membuat separuh dari masa beasiswanya tak pernah sama.
“Sesudah itu, setiap kali saya bertemu narasumber di AS, mereka lebih tertarik bertanya
dengan nada curiga, mengapa sekian lama pemerintah Pakistan tidak tahu Osama
bersembunyi di negeri itu." Teman saya bekerja untuk pemerintah Pakistan.
Osama Bin Laden dan jejaring teror yang dia dirikan, Al Qaeda, menjadi momok global.
Ribuan studi mengulik soal keduanya. Pakar terorisme dan analis menjadi narasumber laris bagi media massa. Setahun setelah tragedi 9/11, giliran Indonesia diguncang Tragedi Bom Bali 12 Oktober 2002. Rentetan peristiwa serangan teror menjadi dasar berdirinya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2010. Sebelumnya, pemberantasan terorisme dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Bagaimana sosok Osama Bin Laden dan mengapa dia mengklaim jadi dalang serangan 9/11?
