Metaverse dan Masa Depan Dunia: Masih Perlukah Negara?

Akhir-akhir ini topik “metaverse” menyita perhatian publik tidak terkecuali saya. Jika metaverse terealisasi apakah negara masih diperlukan? Mungkin pertanyaan ini terlalu awal untuk dijawab, tapi penting untuk mendiskusikannya saat ini. Pertama, mulai dari kenapa pertanyaan itu mesti muncul dan apa urgensinya?
Agak sulit membayangkan bahwa kita hidup tanpa negara, apalagi karena keberadaan negara yang ada selama beberapa generasi. Membayangkan bahwa pernah ada masa kerajaan atau bahkan komunitas “nomaden” saja mungkin hanya sekedar mitos atau pengantar tidur bagi anak-anak muda atau milenial saat ini. Tapi bayangkan saja film Ready Player One (2018) atau kalau para wibu mungkin anime Sword Art Online (2012).
Itu saja kita bisa membayangkan evolusi dunia gim yang luar biasa, terutama karena akan memberikan banyak pengalaman baru. Hanya saja film itu tidak cukup untuk menggambarkan luasnya kemungkinan dari metaverse, terutama dengan adanya “Blockchain” yang telah melahirkan smart contract kemudian Non-Fungible Token (NFT).
Metaverse, sebagaimana diungkapkan dalam novel fiksi ilmiah Neal Stephenson “Snow Crash” (1992), adalah realitas virtual di mana tidak hanya gim, tetapi juga sosial dan bisnis. Para pemain gim “Mobile Legends” cukup dapat membayangkan betapa pentingnya skin untuk meningkatkan status pada hero yang dibeli dari battle point, ticket atau fragment.