Serangan tantara Israel (IDF) akhir-akhir ini terhadap Beirut telah menewaskan seorang
komandan Hezbollah, Hassan Nasrallah, beserta Abbas Nilfourushan, salah seorang komandan pasukan elit Revolutionary Guards. Tewasnya petinggi Hezbollah ini kontan menimbulkan amarah dan ancaman balasan dari Ayatollah Khamenei terhadap Israel.
Presiden Biden memberikan dukungan kepada Israel dengan mengatakan bahwa Nasrallah telah menemui nasibnya sebagai seorang pembunuh, tetapi sekaligus juga menyerukan gencatan senjata dengan segera. Yang terakhir ini sama sekali tidak digubris Israel seperti penyataan Deputi Menhan-nya dan juga PM Netanyahu sendiri, yang justru mengingatkan kepada semua yang menyerang Israel, apakah Hamas, Hezbollah atau Houthi, bahwa mereka akan segera merasakan serangan balasan Israel yang sangat mampu melakukannya.
Yang terakhir Israel melancarkan serangan darat ke Lebanon. Dengan demikian tampaknya perang di Timur Tengah bukannya mereda, tetapi justru akan berlanjut. ahkan cenderung meluas dengan Iran yang akan masuk secara langsung, tidak hanya dengan mendukung Hezbollah. Suatu hal yang mnyedihkan buat penduduk Timur Tengah yang akan tetap menderita peperangan, mengungsi dan kehilangakn jiwa serta harta mereka.
Tentara Israel selalu menekankan bahwa rakyat Palestina bukan yang mereka incar, dan
meminta mereka mengungsi, meskipun tidak jelas ke mana mereka akan pergi, karena
dimana pun dapat diserang Israel. Di saat yang bersamaan, perintah untuk menangkap PM Netanyahu dan Menhan Yoav Gallant tetap berjalan, namun tanpa pelaksanaan. PM Netanyahu pada waktu menyampaikan pidato di Sidang umum PBB jelas tidak menghiraukan perintah gencatan senjata,sambil menunjukkan bahwa Israel adalah pemenang dalam perang ini dan menunjukkan tidak akan menghentikannya dalam waktu dekat.
Hal ini mempersulit posisi Presiden Biden di dalam negeri, demikian pula buat Wapres Kamala Harris yang sedang berkampanye. Jadi, perang Timur Tengah yang berawal satu tahun lalu dengan penyerangan Hamas terhadap Israel yang menewaskan 1.200 orang Israel, telah menyebabkan meninggalnya orang Palestina sebanyak 41.600 orang dan 91.000 luka-luka, dan ini menyangkut anak-anak, perempuan dan orangtua yang tidak bersalah apapun.
Sedihnya genoside oleh tantara Israel terus berlangsung, karena PM Netanyahu merasa mengemban tugas suci, melakukan pembalasan terhadap genosida yang dilakukan Hitler dengan Nazi- nya di sejumlah negara di Eropa tahun empat puluhan lalu terhadap orang-orang Yahudi nenek-moyang mereka. Tidak peduli bahwa musuhnya sekarang bukan Hitler dan Nazi, melainkan orang Palestina, Hezbollah dan Houthi Yemeni. Ya, cara berpikir ngawur, tetapi nampaknya PM Netanyahu dan para pendukungnya tidak peduli.
Dalam pada itu menyangkut perang Rusia-Ukraina, mantan Presiden Ukraina Volodymir
Zelensky, yang masa kerjanya sebenarnya berakhir 20 Mei lalu, ada di AS menghadiri Sidang Umum PBB, tetapi juga diterima oleh Presiden Biden dan Wapres Harris di Gedung Putih.
Dalam pertemuan tersebut Presiden Biden menyatakan akan mengirim amunisi, termasuk
senjata Patriot, dan senjata ground to air guna memperkuat petahanan tantara Ukraina
yang banyak terdesak oleh tantara Rusia seperti di Zaporizhia, semuanya bernilai USD 2.8
miliar. Dan, mantan Presiden Trump hanya bisa mengkritik Presiden Zelensky sebagai seorang salesman yang handal, setiap kembali dari lawatan di Washington mengantongi dana US$100 juta lebih.
Karena itu, dia mendukung calon presiden Demokrat. Dan pada waktu akhirnya keduanya berjumpa, tidak tampak ada persahabatan sama sekali dan tiada hal positif keluar dari pertemuan tersebut. Dalam komentarnya, Senator JD Vance mengusulkan dibentuknya zona bebas militer yang langsung ditolak Presiden Zelensky. Karena itu berarti Ukraina akan kehilangan wilayahnya. Bagaimana pun juga Presiden Zelensky sangat gencar dalam berdiplomasi dan memberikan banyak hasil positif.
Sebelum ini Presiden Zelensky bertemu Presiden EU Commission Ursula von den Leyen. Ia memperoleh pinjaman Euro 35 miliar dari dana yang dikumpulkan EU dalam membekukan
aset Rusia sewaktu melancarkan isolasi ekonomi terhadap Rusia. Sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina, Presiden Zelensky kerja keras menggalang dukungan NATO dan EU untuk mempertahankan negerinya agar tidak mengalami Nasib seperti Crimea di tahun 2014, dicaplok Rusia. Bravo President Zelensky, meskipun resminya tidak menjabat lagi tetap berjuang gigih mempertahankan kedaulatan negaranya dari invasi Rusia. (Dradjad, 10/10/2024).
Guru Besar Ekonomi Emeritus, dan Guru Besar Tamu Ekonomi Internasional, S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University (NTU), Singapore.