Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi dan Postur Kabinet Kerja Jilid II

Jakarta, IDN Times – Di luar sudut pandang yang trending seperti Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyebut cawapres 2019-2024 Sandiaga Uno sebagai sahabat, dan gaya berpakaian menteri perempuan terutama Susi Pudjiastuti, banyak hal penting dari pidato Presiden yang disampaikan pada 16 Agustus 2019.
Presiden menyampaikan tiga kali pidato, yaitu pidato sidang tahunan, pidato kenegaraan dan pidato pengantar nota keuangan/Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Salah satu yang penting adalah alokasi anggaran bagi Kementerian dan Lembaga. Besaran dana yang digelontorkan dianggap sebagai penunjuk prioritas pemerintah, dalam setahun ke depan.
Ada 10 Kementerian dan Lembaga yang mendapat kucuran anggaran paling besar. Kementerian Pertahanan Rp127,4 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Rp120,2 triliun, Kepolisian RI Rp90,3 triliun, Kementerian Agama Rp65,1 triliun, Kementerian Sosial Rp62,8 triliun, Kementerian Kesehatan Rp57,4 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 42,7 triliun, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Rp42,2 triliun, Kementerian Keuangan Rp37,2 triliun dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp35,7 triliun. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan pers nota keuangan di Gedung Ditjen Pajak di Jakarta (16/8).
Dari sisi penekanan, dalam pidato sedikitnya ada 16 kali menyebutkan kata “SDM”. Paling banyak di pidato tahunan. Ini mengamplifikasi tema HUT ke-74 RI, sebagaimana kita lihat dalam logo, “SDM Unggul, Indonesia Maju”.
Saya ingin membahas apa yang prioritas yang disampaikan Presiden Jokowi dalam konteks postur kabinet kerja jilid II, yang akan menjalankan program-program yang disampaikan dalam pidato-pidato bulan Agustus ini. Jika SDM unggulan jadi kata kunci, maka seharusnya itu juga tergambar dalam postur kabinet Jokowi. Situasi dunia yang tidak menentu, antara lain dipicu oleh meningkatnya tensi perang dagang antara AS dan Tiongkok serta kompetisi investasi dan perdagangan yang ketat tentu membutuhkan menteri yang bisa membangun SDM yang mumpuni. Begitu juga perkembangan teknologi dan implementasi industri 4.0 yang didengung-dengungkan. Pidato tahunan bahkan menyinggung peran kecerdasan buatan (artificial intelligence).
1. Jokowi sampaikan dalam susunan kabinet kerja periode kedua, jatah parpol 45 persen
Dua hari sebelum pidato kenegaraan, Jokowi mengundang makan siang 30-an pemimpin redaksi berbagai media di Jakarta. Presiden menyampaikan beberapa informasi awal mengenai kabinet. Sebagaimana dimuat oleh sejumlah media, dan konfirmasi yang saya lakukan kepada mereka yang hadir, ada beberapa hal yang disampaikan Jokowi. Pertama, komposisi parpol dan nonparpol. Jumlah kementerian akan sama, komposisinya 45 persen parpol, 55 persen profesional. Jokowi menyampaikan bahwa parpol boleh mengusulkan, tetapi keputusan akhir ada di presiden. Artinya, jika calon yang diajukan parpol tidak disetujui, maka parpol harus mengajukan calon cadangan. Dalam Pemilihan Presiden 2019, Jokowi didukung oleh 9 partai politik, yaitu PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Perindo, PSI, Hanura, PBB dan PKPI.
Data sementara menunjukkan bahwa PDIP meraup 22,3 persen suara, Golkar 14,8 persen, Gerindra 13,6 persen, NasDem 10,3 persen, PKB 10,1 persen, Demokrat 9,4 persen, PKS 8,7 persen, PAN 7,7 persen, PPP 3,3 persen. Ketika tulisan ini dibuat, belum ada penetapan resmi, tapi kalkulasinya bakal tak jauh dari angka di atas. Dari parpol pendukung Jokowi, yang lolos ke Senayan adalah PDIP, Golkar, Nasdem, PKB dan PPP. Di sela-sela Kongres PDIP di Bali (8/8), Jokowi mengatakan bahwa jumlah menteri di Kabinet Kerja Jilid II ada 34 orang, sama dengan yang sekarang. Artinya, menteri dari parpol ada 15 atau 16 orang. Merujuk perolehan dalam pemilu legislatif, komposisinya bisa saja 5 dari PDIP, 3 dari Golkar, 3 dari NasDem, 3 dari PKB dan 1 dari PPP.
Itu kalau yang dipilih hanya dari parpol yang punya kursi di Senayan. Sangat mungkin Jokowi memberikan jatah kepada PSI, parpol yang selama ini memosisikan diri sebagai parpol millennials. Bagaimana jika Jokowi juga mengakomodasi calon dari PAN dan Demokrat?
Dalam pidatonya di Kongres Bali, Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri secara lugas mengingatkan, sebagai pemenang pemilu, parpol berhak akan jatah kursi kabinet paling banyak.
“Jangan nanti, Ibu Mega, saya kira karena PDIP sudah banyak kemenangan, sudah ada di DPR, sudah begini, nanti saya kasih cuma empat ya….Woy, emoh!! Tidak mau, Tidak Mau, Tidak Mau. Iya dong, orang yang enggak dapat aja minta! Horeee…Horeee…” kata Mega berapi-api, sambil menggoyangkan tubuhnya. Ini salah satu poin yang viral dari pidato sepanjang 1 jam, 33 menit dan 54 detik itu.
Menanggapi pidato Megawati itu, Jokowi memastikan PDIP dapat kursi paling banyak.
“Soal menteri tadi Ibu Mega bilang ya jangan empat doang. Tapi kalau yang lain dua, tapi kan PDIP empat. Kalau yang lain tiga, PDIP enam? Belum tentu juga. Tapi yang jelas PDIP pasti yang terbanyak,” kata Jokowi.
Saat ini setidaknya ada 5 kader PDIP di posisi menteri dan setingkat menteri, yaitu Puan Maharani, Yasonna Laoly, Tjahyo Kumolo, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga serta Pramono Anung Wibowo. Kepada media, Puan Maharani menyebutkan parpolnya menyiapkan lebih dari 10 kandidat. Puan sendiri diperkirakan akan duduk di kursi ketua DPR RI.
Bukan tidak mungkin bahwa 55 persen alokasi untuk profesional, datangnya dari kalangan parpol juga. Dalam kabinet saat ini, sosok Menristek Dikti Muhammad Nasir yang dianggap dari kalangan profesional, juga memiliki kekerabatan dengan ketua umum PKB Muhaimin Iskandar. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dikenal dekat dengan Megawati. Begitu juga Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Ketika saya wawancarai sehari setelah pengumuman kabinet kerja yang dilakukan pada 26 Oktober 2014, Susi mengakui bahwa dia secara khusus meminta jaminan Megawati bahwa sebagai menteri Jokowi, dia akan didukung penuh untuk menjalankan program kerjanya. Megawati memberi dukungan penuh.
“Karena itu saya merasa lebih percaya diri menerima tawaran untuk bergabung dengan Kabinet Presiden Jokowi,” kata Susi, yang saya temui saat tengah berdandan di balik ruang kerja menteri, jelang serah terima jabatan menteri, 27 Oktober 2014.
Apakah Megawati kali ini masih mendukung Susi? Yang jelas, belum lama ini Susi secara terbuka menanggapi kritik Rokhmin Dahuri, Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001-2004, yang menyebutkan bahwa industri perikanan nasional hancur di bawah kepemimpinan Susi.
Lewat akun Twitternya, Susi mengatakan, “Yang Bangkrut dan Hancur adalah Industri Pencurian Ikan….Industri Pencurian Ikan memang saya bangkrutkan. Masa ada industri pencurian ikan kok dibiarkan!!! BTW Kapal asing dilegalkan jadi berbendera Indonesia tahun 2001.”
Dalam Kongres PDIP di Bali, Rokmin Dahuri yang pernah mendekam di penjara karena kasus korupsi, ditetapkan sebagai Ketua Bidang Kemaritiman.