Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden AS Donald Trump menunjuk Jerome Powell sebagai calon Ketua Dewan Gubernur Federal Reserve Pada 2 November 2017.
Presiden AS Donald Trump menunjuk Jerome Powell sebagai calon Ketua Dewan Gubernur Federal Reserve Pada 2 November 2017. (Foto resmi Gedung Putih karya Andrea Hanks). (The White House from Washington, DC, Public domain, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Presiden Trump kehabisan jalan untuk berhenti secara normal setelah hakim federal memutuskan kasus hukumnya.

  • Pilihan terakhir bagi Trump adalah mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan kepada Wapres JD Vance dengan syarat pembebasan penuh dari kasus hukumnya.

  • Pengadilan telah memutuskan untuk mengambil seluruh aset Presiden Trump, termasuk Mal a Larga, berbagai Golf Courses, dan Trump Tower di Manhattan, New York.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mengacu kepada Keputusan Hakim Federal terakhir terhadap kasus hukum President Trump, jalan bagi beliau untuk berhenti dari jabatan secara terhormat rasanya tidak ada lagi. Atau beliau mengundurkan diri secara sukarela dan menyerahkan jabatan Presiden kepada Wapres JD Vance. Namun dengan suatu kesepakatan beliau akan memperoleh pembebasan penuh dari semua kasus hukumnya, atau membiarkan kongres melakukan impeachment yang tentunya akan menang karena Demokrat menguasai Kongres sekarang. Tetapi ini masih bisa digagalkan oleh senat sebagaimana terjadi sebelumnya, atau tidak melakukan apa-apa yang berarti membiarkan diri akan ditangkap Sherif yang akan membawa beliau masuk penjara.

Satu pun tidak ada yang menyenangkan, kecuali mungkin menutup mata dan mundur dengan minta amnesti dari JD Vance setelah menjabat Presiden. Pengadilan telah memutuskan untuk mengambil seluruh aset Presiden Trump, tentunya termasuk Mal a Larga, berbagai Golf Courses, Trump Tower di Manhattan, New York. Tragis tetapi ya apa hendak dikata, itu kenyataan pahit yang terbentang di usia lanjutnya.

Semua pengajuan naik banding telah ditolak, jadi kembali lagi tidak ada jalan keluar yang elegan. Bahkan penggunaan Article 20 dari Constitution Amendment telah tertutup. Menurut saya yang paling ringan ya minta amnesti penuh kepada Presiden Vance sebagai imbalan pengunduran dirinya, dan meniru langkah President Nixon bulan Agustus 1974, akibat skandal pembobolan Watergate, yang mendorong beliau lengser dan meminta Presiden Gerald Ford memberikan pengampunan agar bisa hidup bersama mantan First Lady, Pat Nixon di San Clemente, California sampai wafatnya.

Ya buat Presiden Trump masih bikin gaduh juga apakah akan kembali dengan mantan Ibu Negara, Melania, atau seperti digosipkan yang aneh itu. Ya begitulah hidup, agaknya. Kalau ditinjau ulang tampaknya yang menjadikan keadaan amburadul akhirnya adalah keputusan kongres untuk mengumumkan apa yang disebut Epstein files yang menggegerkan dunia politik AS, yang menyangkut nama Presiden Trump, mantan Presiden Bill Clinton, Prince Andrew, Putera kesayangan Ratu Elizabeth II, dan yang terakhir mantan Menkeu dan mantan Presiden Harvard University Professor Larry Summers yang kebetulan saya kenal meskipun punya pengalaman kurang nyaman.

Buat kita tentu heran saja bahwa tokoh-tokoh ini kok bisa pada lupa daratan, tidak saja berpat-gulipat dengan wanita penghibur, tetapi mereka yang masih dibawah umur yang jelas melanggar hukum dan tidak beradablah. Buat Epstein ya sangat mengherankan bisa berhubungan dengan mereka ini dan mengacak mencemarkan mereka masing-masing, dan dia sendiri secara tragis resminya disebutkan bunuh diri di penjara, meskipun ini masih diperdebatkan juga.

Pengalaman tidak enak saya dengan Professor Larry Summers terjadi waktu di bulan Januari 1998 beliau menjadi tamu saya di suatu pagi hari. Seingat saya itu bulan Ramadhan dan meskipun saya tidak berpuasa saya membuat kebiasaan tidak menjamu tamu saya waktu bulan puasa tersebut. Tetapi berhubung tamu ini Menkeu AS ya saya mengecualikan saya tanya "what would you like to drink Prof", dan dijawabnya "could you give me diet coke?" Maka saya minta tolong sekretaris saya mencarikan diet coke.

Tetapi sementara itu, tanpa basa-basi dia langsung menyerang saya mengatakan, “Mister Gogernor, you don’t have good policy in dealing with the current crisis?" Saya kontan dengan suara naik dan menepuk meja ‘what did you say Sir, I did not have good policy to deal with the crisis? You didn’t know anything about what I did. Dan setelah itu sekitar duapuluh menit dia masih terus ngomong saya sudah malas mendengarkan hanya bilang yes atau no, atau diam saja, dan dia meninggalkan ruang tamu saya mungkin merasa telah bikin saya tersinggung. Saya selalu menghormati tamu saya siapapun juga, tetapi kalau seperti ini ya ilang kesopanan saya.

Padahal saya merasa bahwa apa yang saya dan teman-teman anggota Direksi BI waktu krisis itu saya bangga-banggakan berhasil menanggulangi krisis meskipun kita babak belur. Saya mengeluarkan dan Rp90 triliun untuk bantuan likuiditas kepada bank-bank yang kalang kabut menghadapi penarikan dana deposito dan tabungan besar-besaran secara bersamaan. Pasar uang antarbank mati, tidak ada bank yang bisa memberi pinjaman bank lain, dan BI harus menjadi Lender of Last Resort (LOLR) dengan turun di pasar.

Dengan ini pun akhirnya saya harus melikuidasi 16 bank komersial. Dan celakanya, dari 16 bank tersebut ada yang dimiliki keluarga presiden. Itu salah saya, ya akhirnya saya harus menerima nasib, dipanggil setelah kerja keras mengatasi krisis, tahu-tahu diberhentikan dari jabatan meski hanya enam minggu sebelum masa jabatan berakhir, ya namanya dipecat. Mujur tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak, ya diterima saja, meskipun ya nangis di dalam hati wong kehilangan jabatan kok.

Tetapi buat para mahasiswa, saya dianggap pahlawan berani menentang Presiden, padahal ya nggak ada maksud mbalelo. Saya selama dua bulan diundang oleh BEM di banyak universitas untuk memberi ceramah dan diperlakukan sebagai pahlawan. Hebatnya Presiden sebenarnya menyetujui semua keputusan saya wong semua nggak ada yang diubah kok. Akhirnya nasihat dari bapak mertua, almarhum Prof Sumitro begini “Djad, I think the President agreed with what you did, yet to make you and your family save and have normal life you cannot stay here. So what shall I do Pap? Jawab beliau “go.” Jadi saya lari dan kerja di HIID, Harvard University sebagai visiting scholar di kantornya Professor Jeffrey Sachs.

Enaknya dunia akademi semua seperti teman, saling bantu kalau ada yang perlu dibantu, itu gunanya tukar menukar tulisan dengan network kita. Akhirnya 3 tahun di Boston, dan kemudian 19 tahun di RSIS-NTU, Singapore, mengajar dan baru pulang waktu pandemik COVID-19.

Tetapi satu hal penting ingin saya sampaikan bahwa apa yang saya dan rekan-rekan Direksi BI lakukan waktu krisis 1997-1998, Asian Financial Crisis (AFC), bertanya membuat para banker kita belajar dari pengalaman pahit tersebut. Sejarah menunjukkan di tahun 2008 waktu berkecamuk Global Financial Crisis (GFC), dimulai dari AS dengan suatu mega bank di Wall Street JP Morgan jatuh September 2008, sehingga desakan pada bank-bank berlangsung terus bahkan menjadi contagious ke Eropa dengan Yunani paling menderita, kemudian ke Asia, termasuk Indonesia.

Tetapi apa yang terjadi di Indonesia, meskipun GFC jauh lebih hebat dari AFC satu bank pun di Indonesia tidak ada yang harus tutup. Ada bank Century tetapi bank ini krisis atau tidak memang harus dilikuidasi karena undercapitalised dan manajemennya amburadul. Jadi penanganan krisis di Indonesia 1998-1998 itu berhasil dan terbukti sepuluh tahun kemudian pada waktu Indonesia dilanda GFC tidak ada satu bank pun di Indonesia yang dilikuidasi. Hebatkan? Dradjad, 27/11/2025.

(Guru Besar Ekonomi Emeritus, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEBUI), Jakarta)

Editorial Team