Jakarta, IDN Times - "Uni, apa kabarnya? Anda sehat-sehat kan? Ini situasi membutuhkan pikiran-pikiran sehat."
Suara di ujung telepon itu membuat saya kaget, sempat tidak mengenali, karena nomor itu tidak terekam di telepon seluler saya. Begitu bertambah ucapan, saya kenali, ini Profesor
Bagir Manan, mantan ketua Dewan Pers.
Nomor ponselnya baru. Ada dua pesan untuk saya dalam percakapan pada 9 Agustus 2021 itu. Pertama, kata Prof Bagir, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran itu, “keadaan lagi sulit. Perlu pikiran-pikiran sehat dari masyarakat pers. Uni perlu kumpul deh. Ajak teman-teman bicarakan kondisi ini.”
Hal kedua yang disampaikan adalah, “saya lihat makin banyak kepala daerah perempuan. Pers perlu dukung mereka agar makin kapabel dalam menjalankan tugasnya.”
Saya mengingat kembali percakapan dengan Prof Bagir dan menuliskan catatan ini, Rabu 6 Oktober 2021, Prof Bagir yang bagi masyarakat luas dikenal sebagai mantan Ketua Mahkamah Agung, genap berusia 80 tahun. Usia yang semoga diberkahi Allah SWT. Jejak kariernya panjang, akan saya sampaikan secara ringkas di ujung tulisan ini.
Dua hal yang disampaikan Prof Bagir, demikian dia biasa disapa, adalah hal yang membekas begitu dalam bagi saya, sejak bersama-sama bertugas sebagai anggota Dewan Pers, sebuah institusi independen yang menjalankan tugas sesuai Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Prof Bagir menjabat ketua Dewan Pers selama dua periode, yaitu 2010-2013 dan 2013-2016. Saya bekerja bersamanya sebagai anggota Dewan Pers periode 2010-2013.
Membahas isu aktual, kondisi demokrasi, hukum dan pers adalah sarapan pagi, atau makan siang jika kami berkantor di Dewan Pers.
Tidak setiap hari saya berkantor di gedung yang terletak di kawasan Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat itu. Prof Bagir lebih rajin ke kantor. Saya hanya datang jika ada rapat,
kegiatan seminar atau menerima tamu dan pengaduan terhadap pers.
Bila acara berlangsung pukul 09.00 WIB, maka "sarapan" saya adalah ngobrol dengan Prof Bagir yang biasanya sudah ada di kantor pukul 08.00 WIB. Jika acara siang, "makan siang" adalah diskusi situasi terkini. Lalu diberi perspektif hukum. Serasa kuliah 2-3 SKS.
Perhatian kepada kepemimpinan perempuan besar, dimulai dari dukungan kuat terhadap
pengembangaan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI). Di bawah kepemimpinan Prof Bagir, FJPI adalah mitra tetap Dewan Pers dalam menjalankan pelatihan, pendidikan, dan pengembangan profesi wartawan, salah satu fungsi Dewan Pers.
Prof Bagir pula yang mendorong saya menerima harapan teman-teman FJPI menjadi ketua umum sampai saat ini. Kunjungan ke daerah bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan Dewan Pers, termasuk jurnalis lokal, sangat mengesankan. Tidak hanya karena obrolan sepanjang jalan yang insightful, tapi juga petualangan kuliner yang kami lakukan.
Prof Bagir, alhamdulillah penggemar kuliner, dan memiliki selera makan yang baik. Dari perjalanan ke daerah juga, saya mengamati betapa wibawanya masih tinggi di kalangan para hakim, karena selalu “digeret” bertemu dengan para hakim di daerah dan diminta mengajar di kampus setempat.
Pada usianya yang ke-80 tahun, pemikiran Prof Bagir masih tajam, kondisi fisik lumayan sehat. Dia sosok yang banyak menulis, dan menghasilkan sejumlah buku.
Kali ini saya berbagi sejumlah pikiran yang ditulis dalam bukunya berjudul “Politik Publik Pers”, diterbitkan oleh Dewan Pers pada November 2012. Isi buku adalah himpunan makalah dan ceramah periode 2011-2012, yang menurut saya semua isinya kok masih relevan karena terus kejadian. Menunjukkan visi Prof Bagir yang maju.