Cinta dan Independensi

Saya percaya bahwa seseorang haruslah berdiri di atas kakinya sendiri, hidup mandiri, tidak tergantung siapapun. Dengan kata lain, memiliki independensi.
Namun seringkali saya mendapati teman yang justru sebaliknya, dependen. Sewaktu SMA, seorang teman laki-laki terpaksa tidak masuk sekolah karena bajunya belum dicuci. Ibunya yang selalu mencuci baju, sementara dia lupa berpesan kepada sang ibu kalau seragamnya yang satu itu wajib dipakai esok harinya. Ketika itu, saya beranggapan betapa malasnya dia sampai harus tergantung orang lain, bahkan untuk hal yang personal, untuk dirinya sendiri. Kalau sudah begini, kan, kegiatan personalnya juga juga tidak berjalan. Saya kemudian membatin, salahnya sendiri tidak punya independensi!
Kejadian lain, ketika belum lama ini teman perempuan saya mengatakan kepada saya bahwa dia memegang prinsip laki-laki bertugas mencari uang, perempuan bertugas menghabiskannya, saya hanya tidak habis pikir kenapa teman saya ini, kok, mau-maunya tergantung dengan orang lain. Padahal ini menyangkut masalah ekonomi, dan masalah ekonomi adalah untuk seumur hidup, maka itu berarti dia akan tergantung kepada lelaki—yang mungkin kelak menjadi suaminya—sepanjang dia hidup. Saya kemudian juga membatin, tidak punya independensi!