Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi kasus COVID-19 (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Hai, perkenalkan, namaku Bayu Dwityo Wicaksono. Orang biasa memanggilku Bayu atau Bayu Dewey, identifier khusus dari singkatan nama belakangku, berhubung nama Bayu begitu banyak di negara ini. Aku adalah Creative Editor di IDN Times
pada bagian kesehatan, sains dan teknologi. Karena aku bertanggung jawab di kesehatan, aku termasuk salah satu di redaksi yang ‘mencium’ duluan isu wabah dari Wuhan, Tiongkok, di tahun 2019.

Aku pertama kali mendapat kabar ini di pertengahan Desember 2019. Saat itu tim kami mengangkatnya masih dalam pembahasaan ‘wabah pneumonia aneh di Wuhan’, mengikuti diksi yang digunakan oleh berbagai media arus utama internasional. Ini kilas balik kisahku dalam situasi pandemik setahun ke belakang, yang membuat air mataku mengalir saat menuliskan ini semua.

1. Meliput COVID-19 bikin stres

"Kalau kamu bisa skip berita COVID-19, tapi sudah paham risiko penyakitnya dan mengerti
protokol kesehatan, skip aja gak apa-apa untuk ketenangan batin. Aku gak bisa skip." 
gerutuku melihat keluhan-keluhan orang sambil menyemangati diri.

Hingga Januari 2020, membaca kasus perkembangan wabah di Tiongkok ini sangat
memprihatinkan, apalagi dalam beberapa minggu, wabah ini menyebar di beberapa negara dengan cepat. Tak disangka, wabah ini akhirnya sampai ke Indonesia, yang awalnya dibuat sebagai meme, bahan bercanda, dan diremehkan. Hanya dalam beberapa saat, kasus di Indonesia bertambah pesat. Kami sebagai tim kanal kesehatan di IDN Times, memutuskan untuk konsisten selalu menaikkan artikel soal COVID-19 setiap hari.

Bagian redaksional kami di kesehatan bukan soal perkembangan kasusnya, tapi hal-hal yang masyarakat perlu tahu soal COVID-19, termasuk benar atau tidaknya info penanganan yang beredar luas. Jujur, stres dengan banyaknya bermunculan hoaks baru setiap hari. Tidak hanya dari grup WhatsApp kantor di mana rekan-rekan kerja mempertanyakan info baru soal COVID-19, tapi dari grup WA keluarga, grup alumni sekolah dan kuliah, dan kenalan- kenalan lainnya. Ketika orang bisa mengabaikan hoaks bertebaran di grup WA, aku punya tanggung jawab untuk menjawab satu-satu, sebagai awak media bagian kesehatan.

Ada yang hoaksnya terkesan dipersiapkan dengan seksama sampai memalsukan nama ahli atau menggunakan nama ahli yang sudah meninggal, ada juga yang sampai bikin akun khusus dengan foto palsu, tapi ada juga hoaks yang rasa-rasanya terlalu dungu jika sampai ada yang percaya; seperti anjuran menelan air deterjen atau meminum disinfektan. Namun sereceh-recehnya hoaks, semua perlu dilawan dengan fakta ilmiah, agar tidak makin banyak korban termakan hoaks tersebut.

Dalam upaya melawan hoaks pencegahan maupun penanganan COVID-19, tim kami di IDN Times mengemas informasinya dalam bentuk artikel, infografis dan live Instagram. Aku terlibat sebagai pemandu live Instagram lawan hoaks COVID-19 bersama Ernia Karina, IDN Times Community Manager. Saat itu, IDN Media tempatku bekerja sudah mulai menerapkan Work From Home (WFH). Namun aku memang perlu ke kantor untuk melaksanakan live IG, supaya koneksi internet lancar dan koordinasi tim kami lebih mudah.

2. Tes COVID-19 di awal pandemik

Editorial Team

Tonton lebih seru di