ilustrasi anak-anak menunjukkan hasil lukisannya (pexels.com/Anastasia Shuraeva)
Kalau orangtua tetap ingin memberikan apresiasi, pilihlah bentuk hadiah yang tidak memposisikan guru dalam potensi konflik kepentingan dan bukan berupa uang atau pemberian material bernilai tinggi. Hadiah yang paling tepat justru adalah yang memiliki nilai pendidikan dan emosional, seperti karya handmade yang dibuat sendiri oleh anak berupa lukisan, puisi, scrapbook, atau kerajinan tangan yang dibuat bersama orangtua. Tanaman kecil untuk meja kelas, buku bacaan, dan bahan edukasi juga bisa menjadi alternatif yang sederhana namun bermakna.
Surat ucapan terima kasih pun tidak kalah mengesankan, karena menunjukkan penghargaan tulus tanpa adanya nilai transaksional. Pemberian semacam ini lebih aman secara etika sekaligus menjadi simbol apresiasi yang hangat dan personal bagi guru. Lebih dari sekadar benda, guru biasanya lebih mengingat perhatian dan usaha dibanding nominal. Jika ada keinginan membantu guru yang memang membutuhkan secara ekonomi, hal tersebut lebih baik dilakukan melalui jalur resmi seperti komite sekolah agar tetap transparan dan bermartabat.
Apresiasi pada guru itu wajib kita jaga, karena mereka bekerja untuk mendidik anak kita bukan semata untuk dihadiahi. Menghargai guru bukan soal besarnya kado, tapi bagaimana kita tetap mendukung mereka tanpa menabrak etika dan aturan. Tidak perlu amplop tebal untuk menunjukkan rasa hormat. Hadiah sederhana, jujur, dan tidak menimbulkan kepentingan apa pun justru lebih tepat sasaran. Intinya memberi apresiasi boleh, tapi jangan sampai berubah arah menjadi gratifikasi yang merusak marwah bagi seorang pendidik.