Indonesia tidak mempunyai angka acuan awal bunuh diri oleh karena belum mempunyai suicide registry system, apalagi skema jaminan klaim BPJS juga tidak meng-cover tindakan yang membahayakan diri sendiri termasuk tentunya bunuh diri. Sehingga selain masih menggunakan angka estimasi WHO, maka kita hanya bisa mengandalkan pada penelitian-penelitian lain yang terbatas.
Pada tahun 2015 Litbangkes Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melakukan penelitian Global School-Based Student Health Survey (GSHS) di Indonesia dan menunjukkan bahwa ide bunuh diri pada pelajar SLTP dan SLTA adalah 4.3 persen pada laki-laki dan 5.9 persen pada perempuan. Persentase pelajar SLTA yang membuat perencanaan tentang cara bunuh diri adalah 5.5 persen pada laki-laki dan 5.6 persen pada perempuan. Sementara prosentase pelajar SLTA yang melakukan percobaan bunuh diri adalah 3.4 persen pada perempuan dan 4.4 persen pada laki-laki.
Pada tahun 2015 penulis bekerjasama dengan Direktorat P2MKJN Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk melakukan penelitian kesehatan jiwa remaja. Penelitian ini telah dipresentasikan pada the International Meeting of Public Health 2016 (IMOPH). Responden adalah 941 remaja pelajar SLTA usia 13-18 tahun di DKI Jakarta.
Penelitian tersebut telah IDN Times rangkum ke dalam infografis berikut
Dapat disimpulkan bahwa pada pelajar yang mempunyai problem emosional terdapat kecenderungan memikirkan tentang bunuh diri dan mempunyai keinginan bunuh diri jika dibandingkan dengan pelajar tanpa problem emosional.
Saat ini belum ada instrumen Suicide Risk Assessment untuk remaja di Indonesia yang sederhana, self-report (mengisi sendiri), dan bisa digunakan sebagai alat skrining berkala pada sekolah, namun penulis sedang mengembangkan instrumen Suicide Risk Assessment bekerjasama dengan WHO.
Dengan mengetahui bahwa seorang remaja mempunyai risiko bunuh diri, maka dapat dilakukan intervensi yang bisa dilakukan oleh pihak sekolah dengan bimbingan dari Kementerian Kesehatan. Ada berbagai cara intervensi yang dilakukan seperti misalnya di Uni Eropa, baik edukasi tentang kesehatan jiwa kepada pelajar, pelatihan terhadap gatekeepers (guru-guru di sekolah), dan juga skrining berkala. Program-program ini harus dirancang serius sehingga juga tidak melulu dilakukan skrining tetapi hasilnya terabaikan oleh karena belum adanya program integratif kesehatan jiwa remaja berbasis sekolah (school-based mental health).
Tidak hanya bersifat life-saving terhadap orang tersebut, tetapi juga seseorang yang telah masuk dalam relung kelam pemikiran tentang bunuh diri namun pada saat bisa terselamatkan maka ia akan menjadi seorang penyintas dengan kekuatan luar biasa yang mampu membantu semakin banyak orang melalui pendampingan. Upaya ini akan mendukung upaya pencegahan bunuh diri.
Jika kamu membutuhkan informasi dan konsultasi terkait depresi, kamu bisa menghubungi beberapa kontak di bawah ini:
- Kementrian Kesehatan - Pencegahan Bunuh Diri || Hotline: 119
- NGO Indonesia: Jangan Bunuh diri || telp: (021) 9696 9293 || email: janganbunuhdiri@yahoo.com
- Organisasi INTO THE LIGHT || message via page FB: Into The Light Indonesia (@IntoTheLightID) || direct message via Twitter: @IntoTheLightID