Bagi dunia pertanian, pemanasan global mampu meningkatkan risiko kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut salah satu artikel dalam jurnal Philosophical Transaction of The Royal Society B, dampak langsung berkaitan dengan fenomena iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Berbagai jenis tanaman pertanian yang sangat tergantung dengan cuaca dan iklim berpotensi mengalami gangguan pertumbuhan bahkan kematian.
Beberapa fenomena yang terbukti menjadi pemicu kerugian di bidang pertanian, antara lain adalah perubahan siklus iklim, banjir, kekeringan, dan suhu ekstrem. Perubahan siklus iklim menyulitkan para petani untuk menentapkan kalender tanam. Akibatnya, tanaman yang senitif terhadap cuaca, seperti padi pun akan menurun produktivitasnya.
Pemanasan global juga menyebabkan curah hujan meningkat. Sungai dan saluran air meluap karena tidak mampu menampung volume air, dan terjadilah banjir. Pada bencana banjir, kerugian yang ditimbulkan tidak perlu dipertanyakan lagi. Tanaman yang terendam air berpotensi rusak, membusuk, atau hanyut oleh arus air.
Bukan hanya penurunan produktivitas, petani terancam mengalami gagal panen. Selain pertanian, usaha perikanan juga kerap merugi karena bencana banjir.
Selain banjir, kekeringan menjadi ancaman yang menghantui petani, terutama di wilayah yang memang pada dasarnya sumber air terbatas. Dilasir NASA, pemanasan global menyebabkan kemarau terjadi lebih sering, meluas, dan ekstrem. Di samping menjadi ancaman terhadap tanaman pertanian, kemarau dapat memicu bencana kebakaran lahan.
Beberapa tahun belakangan peristiwa suhu ekstrem terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Misalnya seperti suhu ekstrim yang terjadi di Dataran Tinggi Dieng memicu terbentuknya embun upas.
Menurut BMKG, embun upas adalah embun beku yang terbentuk setelah terjadi suhu dingin yang ekstrem. Embun tersebut mampu merusak tanaman kentang hingga tidak bisa diselamatkan.
Ketika produksi pertanian terganggu, ketahanan pangan turut terancam. Ketahanan pangan mencakup berbagai aspek, yaitu ketersediaan, akses, stabilitas, dan pemanfaatan bahan pangan. Ketika ada aspek yang tidak terpenuhi, ketahanan pangan suatu wilayah dapat terganggu. Indeks ketahanan pangan global (GFSI) tahun 2021 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 69 dari 113 negara.
Sementara itu, Program Pangan Dunia (WFP) menyebutkan bahwa 30,8 persen anak di bawah lima tahun mengalami stunting. Selain itu, hampir 23 juta jiwa tidak bisa memenuhi kebutuhan pangannya. Meskipun pandemik digadang menjadi salah satu faktor penurunan ketahanan pangan, isu perubahan iklim tetap menjadi sebuah persoalan jangka panjang yang perlu mendapat solusi.