Pada 14 Oktober 2016, demo besar-besaran dilakukan oleh FPI di depan Balai Kota DKI Jakarta. Tuntutannya? Apalagi kalau bukan meminta Ahok turun dan dipenjara karena dianggap menghina Al-Quran. Namun, ada unsur-unsur yang tidak mengenakkan hati ketika sebuah dokumenter karya Deo Mahameru atau mengatasnamakan dirinya, Media Rekam Pictures.
Dokumenter itu diunggah ke Facebook dan YouTubenya.
Deo yang berada di tengah kerumumanan merekam aksi demo besar-besaran yang gak kalah dengan masa konser di Indonesia. Dengan berseragam putih bagi FPI dan hitam untuk Front Betawi Rembug (FBR) mereka berbondong-bondong menyanyikan yel-yel serta meneriakkan aspirasi yang ingin Ahok dari jabatannya.
Lebih parahnya, ada ancaman pembunuhan di dalamnya. Habib Rizieq sendiri secara terang-terangan mengeluarkan ancaman tersebut.
Kami minta polisi menangkap Ahok, kalau tidak kami bunuh
Secara singkat, hal tersebut adalah pelanggaran pasal 336 ayat 2 KUHP yakni pengancaman di muka umum dengan tulisan yang mana pelakunya akan dipenjara dua tahun delapan bulan.
Dua kasus di atas atas segelintir masalah yang kita hadapi sebagai bangsa dengan keberagaman yang tinggi. Kita gak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya atas kata-kata mereka. Namun, justru sebuah ironi yang harus kita sadari kalau keberagaman ini gak sepenuhnya memperkuat kita. Tetap ada orang-orang yang tidak suka atas kesatuan kita.
Orang-orang seperti itu yang harusnya dihentikan gerak-geriknya. Orang-orang seperti itu yang sebenarnya jadi benalu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengutip Presiden ke-39 Amerika Serikat, Jimmy Carter.
(Perbedaan membuat) Kita tidak mudah pecah, justru kita akan terlihat sebagai mosaik yang indah. Orang-orang dengan sifat yang berbeda, yang punya kepercayaan masing-masing, beragam keinginan, berbagai harapan serta cita-cita yang unik.
Bhinneka Tunggal Ika itu selalu ada, suka atau tidak. Karena kita terlahir dan besar bukan sebagai kafir, tionghoa atau pribumi. Karena kita terlahir sebagai warga negara Republik Indonesia.