Banyak perempuan merasa identitas pribadinya perlahan memudar setelah menikah, seolah dirinya hanya dilihat dari status sebagai istri atau ibu. Di masyarakat, nama mereka sering digantikan oleh nama suami, bahkan ketika diperkenalkan atau disebut dalam percakapan sehari-hari. Fenomena ini tidak hanya terjadi di ruang sosial, tetapi juga merembes hingga ke lingkup keluarga, lingkungan kerja, dan bahkan dokumen resmi. Padahal, identitas personal adalah bagian penting dari harga diri yang tidak seharusnya hilang hanya karena perubahan status pernikahan.
Ketika identitas perempuan direduksi menjadi bagian dari pasangan, makna peran mereka dalam masyarakat ikut terpinggirkan. Hal ini menciptakan pertanyaan besar mengenai bagaimana sistem budaya, kebiasaan, dan pola pikir kolektif memandang posisi perempuan. Berikut beberapa alasan mengapa kondisi ini terus terjadi dan jarang disoroti secara serius.