Ilustrasi mahasiswa. (Dok/IDNTimes)
Lembaga akreditasi internasional menuntut program studi perlu memiliki sistem penjaminan mutu yang dapat menunjukkan keterukuran dan ketercapaian kualitas outcomes. Pencapaian kualitas outcomes tidak terlepas dari kualitas semua elemen pendidikan yang dapat digolongkan ke dalam input dan proses, seperti; dosen, staf pendukung, fasilitas pembelajaran, kurikulum dan continuous improvement mechanism.
Oleh karena itu, selain kriteria tentang outcomes, setiap badan akreditasi internasional telah menetapkan standar/kriteria dari masing-masing elemen tersebut. Hal ini tentunya mendorong program studi untuk membangun Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang dapat memonitor, mengakses, dan mengevaluasi ketercapaian indikator-indikator dalam standar/kriteria tersebut. Hal ini seperti pengalaman UNY yang telah memiliki 47 program studi terakreditasi internasional dari lembaga seperti: ASIIN, AQAS, ASIC, FIBAA, dan AUN-QA.
Penekanan akreditasi internasional yang lebih menggunakan evaluasi outcomes membuka jalan bagi program studi untuk mengubah paradigma pendidikannya ke outcomes based education (OBE) agar mendapatkan rekognisi internasional. Adopsi OBE dimulai dengan mengubah/memodifikasi kurikulum program studi dengan prinsip-prinsip OBE.
Prinsip dasar OBE adalah constructive alignment, yaitu keselarasan antara program learning outcomes – teaching/learning (curriculum) – outcomes assessment. Prinsip ini sejalan dengan Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset dan Teknologi tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang memberikan fleksibilitas proses pembelajaran kepada program studi agar para mahasiswa dapat mengikuti pendidikan dari berbagai tahapan kurikulum atau studi sesuai dengan kurikulum program studi.
Selain itu, proses pembelajaran yang dapat dilakukan secara fleksibel melalui tatap muka, jarak jauh, serta kombinasinya memungkinkan mahasiswa untuk memperoleh berbagai pengalaman dari berbagai tempat termasuk luar negeri.