Tahun 2012 mana ada Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu)! Yang tersedia adalah Jalan Nagreg. Bentuknya yang melingkar-lingkar melekat di otak dan membuat saya mabuk perjalanan.
Kala memasuki jalan tersebut, ayah sudah mewanti-wanti untuk tidur terlebih dahulu supaya tak mual. Saya menurut. Namun setelah tidur yang saya rasa telah lewat beberapa jam, mobil kami ternyata masih menanjak dan berada di Jalan Nagreg. Di depan, barisan mobil dan truk berhenti. Saya kira sebentar, ternyata sampai berjam-jam.
Selain Jalan Nagreg, ada jalan-jalan macet lainnya saat melewati kabupaten dan kota. Sangat terpatri di memori saat ayah mengomel bagaimana dia menghabiskan waktu selama 48 jam untuk menuju Probolinggo. Sebagai catatan, dahulu jarak normal Bandung-Probolinggo hanya sekitar 18 jam via jalur darat. Bisa dibuat lebih cepat, karena ayah suka mengebut bak pembalap.
Selama dua hari itu, saya sempat menumpang ganti baju dan mandi di rest area. Beberapa kali juga ayah ikut meluruskan kakinya sebentar sambil tidur, kemudian minum kopi agar bisa lanjut menginjak gas.
Obrolan juga terus bergulir, mulai dari yang penting seperti masa depan saya sampai tak penting kayak, 'Kenapa SM*SH personilnya 7 orang?.' Intinya, harus ngobrol supaya tidak mengantuk, deh.
Keluarga kami juga suka sekali makan. Kesempatan untuk kulineran di beberapa titik pun gak dilewatkan. Mencoba makanan di setiap kota atau kabupaten yang dilalui.
Duh, rindu soto Lamongan dengan bubuk koyanya. Atau tempe mendoan yang lebarnya sebesar kertas HVS dan dihidangkan dengan sambal kecap. Huu, lapar!