Potret sesajen di Bali (pexels.com/Artem Beliaikin)
Tidak diketahui sejak kapan ketupat sudah ada. Namun pada masa kerajaan hindu dan Budha di nusantara, ketupat sudah ada. Tradisi menggunakan ketupat dan janur sebagai sesaji sudah ada pada masa itu.
Pohon kelapa sebagai sumber bahan utama ketupat, banyak ditemui di daerah pesisir pantai. Jika benar cara pengolahan dan penyimpanannya, ketupat bisa tahan hingga 1 minggu lamanya. Itulah kenapa para pelaut nusantara banyak yang membawa ketupat sebagai bekal melaut. Ketupat juga populer di negara-negara Asia Tenggara lainnya, karena dibawa oleh para pelaut nusantara.
Selain sebagai bekal, ketupat saat itu sangat identik dengan animisme karena kerap dibuat sebagai sesajen. Ketupat menjadi perlambang pemujaan kepada Dewi Sri sebagai dewi padi atau kesuburan dalam tradisi Jawa kuno. Dalam suatu sesajen, ketupat biasanya ditemani oleh ayam ingkung, air kembang, kemenyan, dan lain sebagainya.
Sebagai ucapan syukur atas melimpahnya hasil panen, ketupat sering digantung di pepohonan dekat sawah atau di tanduk kerbau ketika akan membajak sawah.
Ketupat juga dibuat sebagai jimat untuk menolak bala, dengan cara menggantung ketupat yang kosong di atas pintu.