Harus kita akui bahwa laki-laki mempunyai privelese dalam hierarki jenis kelamin. Menjadi laki-laki pro perempuan berarti berani untuk melucuti privelese yang dimiliki, lalu membagi privelese tersebut dengan kelompok perempuan. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi laki-laki, sebab selama ini laki-laki memonopoli berbagai privelese dan kekuasaan yang ada dalam sistem sosial.
Ada laki-laki yang memiliki kesadaran bahwa sistem sosial di masyarakat menciptakan ketidakadilan bagi perempuan. Kesadaran tersebut berasal dari pengalaman kedekatan dengan ibu, nenek, bahkan menjadi anak laki-laki dari ibu yang dipoligami. Bisa dikatakan bahwa keluarga berperan penting dalam upaya membangun kesadaran laki-laki yang pro terhadap perempuan. Pengalaman pembinaan dari keluarga bisa menjadi dorongan bagi laki-laki untuk berpihak pada perempuan.
Tidak semua laki-laki menindas perempuan, ada juga yang menaruh perhatian terhadap keadaan yang dihadapi perempuan. Namun, saking kuatnya budaya patriarki, mayoritas laki-laki pro perempuan lebih memilih untuk diam. Memilih untuk diam sama halnya dengan melanggengkan praktik ketidakadilan terhadap perempuan. Untuk itu, perlu diketahui bagaimana menjadi laki-laki pro perempuan. Ada kesadaran, prinsip, argumentasi dan tantangan ketika menjadi laki-laki pro perempuan.