Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pexels.com/Leah Kelley

Pernahkah kamu merasa patah hati? Tersakiti oleh makhluk hidup bernama laki-laki? Terlebih lagi laki-laki itu pernah mendapat tempat spesial di hati? Jika iya, lantas bagaimana perkembangan hatimu yang patah itu? Sudah sembuh? Sedang dalam masa pemulihan?

Atau mungkin kamu merasa hati yang patah tidak bisa disembuhkan lagi? Kamu bahkan sampai melabeli semua laki-laki itu sama saja. Pengkhianat, tidak setia, dan kata-kata ekstrem lainnya. Patah hati tentu sangat menyakitkan namun kamu jangan sampai overgeneralisasi ke semua laki-laki. Selain tidak mencerminkan kebijaksanaan hal tersebut merupakan indikasi gangguan pola pikir yang bisa berdampak pada psikologis.

Overgeneralisasi bagian dari distorsi kognitif

pixabay.com/Engin_Akyurt

Ada sebuah nasihat bijak secara implisit yang disampaikan oleh seorang filsuf bernama Epictetus, “kebanyakan orang tidak mengalami gangguan dari segi jasmani akan tetapi oleh opini mereka sendiri terhadap suatu hal.” Jika kita menyelami lebih dalam kalimat Epictetus akar dari permasalahan adalah pada pemikiran diri kita sendiri. Pemikiran memegang kendali penuh akan situasi yang terjadi pada diri kita. Lantas apa kaitannya dengan overgeneralisasi yang menjadi bagian dari distorsi kognitif?

Distorsi kognitif adalah sebuah pemikiran yang sering melebih-lebihkan dan cenderung tidak rasional dalam menghadapi suatu masalah. Bagian dari distorsi kognitif salah satunya overgeneralisasi yang terkadang kemunculannya tidak disadari dan dianggap sebagai pemikiran otomatis. Padahal dasar overgeneralisasi terdapat pada pembuatan kesimpulan negatif yang berdasarkan satu peristiwa saja. Kita bisa mengambil benang merahnya yaitu pola pikir. Jika pola pikirnya saja sudah salah tentu akan mempengaruhi dimensi lainnya, bukan?

Menuntut pada harapan

Editorial Team

Tonton lebih seru di