Dokumen Pribadi Firman Venayaksa
Sejak awal, Bilal memang menjadi semacam supervisor untuk urusan catering ini. Takjarang, ia sering mengingatkan tim catering agar tidak menyepelekan sebuah kemasan. Jika ada kesempatan, ia juga coba mendatangi pasukan dapur dan mendengarkan problematika yang mereka hadapi sekaligus mencari solusinya.
Untuk basecamp memasak, sudah disediakan alokasi khusus untuk menyewa rumah penduduk. Sayangnya selalu ada kendala yang dihadapi. Tim catering sudah tiga kali berpindah tempat. Di rumah yang pertama, mereka dihadapkan pada situasi penunjang yang bermasalah. Mulai dari air yang sangat kecil, hingga urusan voltase listrik yang tidak kuat. Akhirnya tim pindah ke sebuah tempat senam yang lumayan luas. Sayangnya di tempat itu dirasa tidak nyaman karena tidak ada kamar untuk tempat istirahat. Selain itu ada sedikit kesalahpahaman dengan pemilik tempat terkait dengan tenda yang didirikan.
Sekarang tim catering sudah pindah lagi ke rumah yang ketiga. “Alhamdulillah di rumah yang ketika ini cukup besar dan nyaman. Semua penunjang tercukupi mulai dari kamar, ruangan untuk packing hingga tempat memasak. Selain itu tempatnya sangat strategis, berada di depan jalan dan tidak jauh dengan lokasi syuting,” ungkap Bilal bersyukur.
Sebetulnya, Bilal bisa saja menyerahkan urusan catering ini kepada perusahaan yang biasa bergerak di dunia semacam ini. Hanya Bilal justru memiliki cara pandang yang berbeda. “Urusan makan ini justru harus sangat hati-hati dan tidak boleh diberikan pada perusahaan atau rekanan yang belum memahami karakteristik personil dalam film ini.” Di lokasi syuting, menurut Bilal, permintaan makanan itu bisa berubah-ubah menunya, menyesuaikan dengan kebutuhan. Jika tidak siap, malah bisa mengecewakan dan itu akan sangat menggangu jalannya proses syuting. Sementara jika membawa sendiri catering yang biasa masak sesuai dengan karakteristik yang diharapkan, tidak akan terlalu banyak problematika yang dihadapi. Sebagian besar pasukan dapur memang dibawa dari Jakarta dengan harapan bisa mengurusi masakan yang sudah biasa disajikan. Sebagian lagi memberdayakan chef lokal dari Rangkasbitung.
Fajar Nugros misalnya, ia memiliki cita rasa konstan yang tidak bisa digantikan dengan chef yang lain. Ini urusan sambal. Sambal terasi Banyuwangi yang dibakar ditambah cabe rawit, gula putih, garam dan sedikit penyedap tidak bisa diciptakan oleh orang sembarangan. Orang dapur menyebutnya sebagai “Sambal Nugros”. Yang bisa membuat takaran yang pas dan mungkin ada bumbu rahasia lainnya itu ada dua orang yaitu Nurazizah dan Voni. Awalnya, Voni tidak diturunkan ke lokasi, namun mengingat Nur Azizah disibukkan juga dengan 22 request dari talent dan kru dengan segala catatan setiap harinya, maka Voni akhirnya diturunkan untuk mengurus sambal dan makanan sutaradara dan produser.
Kira-kira seperti apa sih rasanya? Yang jelas setelah mencoba, Lulu Tobing yang terlibat dalam film ini ikut-ikutan request “Sambal Nugros” agar selalu disajikan setiap ia makan.