Suku Batak dikenal dengan marga yang diambil dari garis keturunan laki-laki. Garis keturunan tersebut lalu diteruskan kepada keturunan selanjutnya. Marga menjadi simbol penting bagi suku Batak. Jawaban atas pertanyaan “Dari manakah asal usul suku Batak?” pun kini memiliki versi yang berbeda-beda.
Ada yang mengatakan Batak berasal suku Batak berasal dari Thailand yang dibawa oleh rombongan si Raja Batak, berasal dari India melalui Barus yang berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba pada abad ke-6, hingga legenda suku Batak yang berasal dari Pusuk Buhit.
Seperti yang kita ketahui, literatur selama ini mencatat bahwa Batak terdiri dari lima sub-suku: Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing, dan Batak Pakpak-Angkola. Pernyataan inilah yang masih terus diyakini dan dibenarkan oleh sebagian besar suku Batak Toba.
Suku Batak Toba menganggap bahwa sikap ingin lepasnya sub-suku tersebut dari “payung” Batak merupakan suatu bentuk kesombongan bahkan pengkhianatan terhadap leluhur Batak yang selama ini begitu dihormati. Sementara mereka (Karo, Simalungun, Mandailing, Pakpak-Angkola) merasa bahwa suku Batak Toba terlalu memaksakan diri untuk menyatukan perbedaan, dan tidak bisa menerima bahwa mereka bukanlah bagian dari Batak.
Dalam kamus Bahasa Indonesia yang sebagian besar diserap dari bahasa Melayu, kata batak diartikan sebagai 1) petualang; pengembara; membatak: 2) merampok; menyamun; pembatak: perampok, penyamun.
Mungkin citra negatif itu jugalah yang memperkuat orang Karo, Simalungun, Mandailing, dan Pakpak-Angkola tidak ingin disebut sebagai Batak. Sedangkan orang Batak Toba sendiri meyakini bahwa Batak merupakan keturunan Si Raja Batak dari Pusuk Buhit, yang artinya ‘penunggang kuda’ yang menyiratkan simbol keperkasaan dan keberanian.
Hal ini tampak pada lukisan Sisingamangaraja XII yang sedang menunggangi kuda seperti sedang memperlihatkan keperkasaan seorang tokoh pejuang. Sungguh perbedaan pengertian yang terlihat begitu kontras.